Selasa, 05 Juli 2011

Kromatografi Lapis Tipis

JUDUL PRCOBAAN
Kromatografi Lapis Tipis (Thin Layer Chromatografy, TLC)
TUJUAN PERCOBAAN
Pemisahan asam-asam amino dalam suatu campuran dengan cara kromatogarfi lapis tipis
LANDASAN TEORI
Pengertian kromatografi menyangkut metode pemisahan yang didasarkan atas distribusi diferensial komponen sampel diantara dua fasa. Menurut pengertian ini kromatografi selalu melibatkan dua fasa yaitu fasa diam (stationary ophase) dan fasa gerak (mobil phase). Fasa diam dapat berupa padatan atau cairan yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu absorben), sedangkan fasa gerak dapat berupa cairan disebut eluen atau pelarut, atau gas pembawa inert. Gerakan fasa gerak ini mengakibatkan terjadinya migrasi diferensial komponen-komponen dalam sampel (Soebagio, 2002: 54).
Teknik ini bermanfaat sebagai cara untuk menguraikan suatu campuran. Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase. Salah satu fase adalah fase diam. Transfer massa antara fase begerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap pada partikel-pertikel atau terserap didalam pori-pori partikel atau terbagi kedalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau didalam pori (Khopkar, 2008: 52).
Keuntungan pemisahan dengan metode kromatografi dibandingkan dengan metode pemisahan lainnya ialah: (a) dapat digunakan untuk sampel atau konstituen yang sangat kecil (semi nikro dan mikro); (b) cukup selektif teruatama untuk senyawa-senyawa organik multi komponen; (c) proses pemisahan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat; (d) seringkali murah dan sederhana, karena umumnya tidak memerlukan alat yang mahal dan rumit (Soebagio, 2002: 55).
Kromatografi lapisan tipis, atau TLC, seperti kromatografi kertas tidaklah mahal dan sederhana menjalankannya. Dibandingkan kromatografi kertas lebih cepat: proses itu mungkin memerlukan hanya sekitar setengah jam, sedangkan pemisahan yang lazim pada kertas memerlukan beberapa jam . TLC sangat populer dan secara rutin digunakan dalam banyak laboratorium. Medium pemisahannya berupa lapisan barangkali 0,1-0,3 mm zat padatan adsorben pada lempeng kaca, plastik atau aluminium. Lempeng yang lazim berukuran 20x5 cm (Underwood,1986: 153).
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut (Wikipedia, 2011).
Teknik pengembangan dalam KLT sam dengan kromatografi kertas. Proses pengembangan umunya lebih cepat, memerlukan waktu 10 menit hingga 1 jam lebih. Pengembangan 5 menit dapat dilakukan secara sempurna dengan menggunakan kaca objek mikroskop sebagai papan KLT. Pemisahan pendahuluan dengan cara ini enak digunakan untuk menetukan kondisi optimum pengembangan. Cara ini untuk mengurangi terjadinya ekoran dengan hasil pemisahan yang lebih tajam. Penggunaannya terutama untuk ukuran sampel dengan rentanan 10-100 μg. Noda sampel akan mempunyai diameter 2-5 mm, jika digunakan larutan sampel 1-10μL dengan kadar 1%. Deteksi noda KLT terkadang lebih mudah dibandingkan dengan kromatografi kertas, karena dapat digunakan teknik-teknik umum yang lebih banyak. Suatu teknik pendeteksian yang biasa dilakukan untuk senyawa organik adalahndengan penyomprotan dengan larutan H2SO4. Langkah ini kemudian diikuti dengan pemanasan untuk mengarahkan dan mengembangkan noda-noda hitam untuk keperluan analisa kuantitatif noda dapat dikerok, kemudian diekstraksi dengan pelarut polar tertentu. Kadar analit yang diinginkan diperiksa secara instrumen dari larutan hasil ekstraksi (Soebagio, 2002: 86-87).
Untuk maksud identifikasi, noda-noda sering dicirikan oleh Rfnya. Nilai Rf ialah perbandingan angka jarak berpindah zat terlarut itu dengan jarak berpindahnya garis depan pelarut dalam waktu yang sama. Nilai-nilai Rf yang identik untuk senyawa yang diketahui dan yang tidak diketahui, dengan menggunakan sistem-sistem pelarut yang berlainan, akan merupakan bukti yang cukup kuat bahwa keduanya identik, terutama jika mereka ddijalankan bersama-sama sepanjang satu pita kertas (Underwood, 1986: 152).
Sebagai contoh, jika suatun komponen berwarna merah bergerak 1,7 cm dari garis awal, sementara pelarut berjarak 5,0 cm sehingga nilai Rf untuk komponen merah menjadi Rf=(1,7 cm)/(5,0 cm) = 0,34
Jika percobaan ini diulang pada kondisi yang tepat sama, nilai Rf yang diperoleh untuk setiap warna akan selalu sama. Namun, jika terdapat perubahan (suhu, komposisi pelarut dan sebagainyya), nilai tersebut akan berubah (Clark, 2007).
Pada umunya asam amino diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein, baik menggunakan enzim maupun asam. Dengan cara ini diperoleh bermacam-macam asam amino dan untuk menentukan jenis asam amino maupun kuantitas masing-masing asam tersebut perlu diadakan pemisahan antara asam-asam amino tersebut. Ada beberapa metode analisis asam amino misalnya metode gravimetri, kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi lapis tipis, larutan yang mengandung beberapa asam amino diteteskan diatas absorben dan dibiarkan bergerak. Pemisahan asam amino didasarkan perbedaan kecepatan bergerak asam-asam amino tersebut pada pH tertentu (Poedjiadi, 2009: 100-101).
Proses berikutnya dari kromatografi lapis tipis adalah visualisasi. Tahap ini sangat penting karena diperlukan suatu keterampilan dalam memilih metode yang tepat karena harus disesuaikan dengan jenis sampel yang sedang diuji. Salah satu yang dipakai adalah penyemprotan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin (2,2-Dihydroxindane-1,3-dione) adalah suatu larutan yang akan digunakan untuk mendeteksi adanya gugus amina. Apabila pada sampel terdapat gugus amina maka ninhidrin akan bereaksi menjadi berwarna ungu. Biasanya padatan ninhidirn ini dilarutkan dalam larutan butanol (Wikipedia, 2011).
Ninhidrin adalah senyawa organik dengan rumus kimia C9H6O4. Padatan kristalnya berwarna putih, larut dalam air dan alkohol. Digunakan sebagai pereaksi untuk uji adanya gugus amino bebas dan karboksilat dalam protein dengan memberikan warna biru. Mengurai pada 214-243oC. Strukturnya sebagai berikut:

(Mulyono, 2005: 294).

ALAT DAN BAHAN
Alat
Gelas Kimia
Gelas ukur
Penggaris
Gunting
Pensil
Pipa kapiler
Pipet tetes
Bahan
Ninhidrin 0,3% (dalam butanol yang mengandung 3% asam asetat glasial)
Larutan pengelusi A (butanol:asam amino:air = 80:20:20)
Larutan pengelusi B (propanol:air = 70:30 v/v)
Larutan asam amino standar (alanin, asam glutamat, asam aspartat, histidin, dan tyrosin)
Asam amino X
Plat KLT
Aluminium foil
Tisue
Aquades
PROSEDUR KERJA
Menyiapkan larutan pengelusi A dengan mencampurkan 40 ml n-butanol dengan 10 mL asam asetat glasial dan 10 mL aquades
Menyiapkan larutan pengelusi B dengan mencampurkan 35 mL propanol dengan 15 mL aquades
Menyiapkan larutan asam-asam amino standar
Menotolkan 2 tetes asam-asam amino dan asam amino X pada 2 plat KLT yang berbeda. Membiarkan totolan pertama mengering kemudian menotolkan totolan kedua
Membiarkan totolan kering kemudian memasukkan masing-masing plat ke dalam pengelusi A dan pengelusi B (± 0,5 cm bagian bawah lempeng tercelup)
Mengangkat plat setelah larutan pengelusi merambat hingga batas rambat pada plat
Mengeringkan plat dan menyemprotkan dengan larutan ninhidrin pada permukaan plat
Membiarkan beberapa menit, jika tidak timbul noda (warna) maka memanaskan plat sampai timbul warna
Menghitung harga Rf dari asam-asam amino dan asam amino X yang diamati
HASIL PENGAMATAN
Larutan pengelusi A
40 mL n-butanol (bening) + 10 mL CH3COOH (bening) + 10 mL H2O (bening) → larutan pengelusi A
Larutan pengelusi B
35 mL propanol (bening) + 15 mL H2O (bening) → larutan pengelusi B
Plat KLT □(→┴ditotolakan ) asam-asam amino (alanin, asam glutamat, asam aspartat, histidin, tyrosin dan campuran X ) → dicelup dalam larutan pengelusi A dan B → dikeringkan □(→┴(disemprotkan ) ) ninhidrin → oven → noda ungu dan coklat.


Komponen
Nama Asam Amino Harga Rf
Pengelusi A Pengelusi B
j
Standar


Alanin (0,7 cm)/(3,5 cm) = 0,20 (1,1 cm )/(3,7 cm) =0,30
Asam Glutamat (0,65 cm)/(3,6 cm) = 0,18 (1,1 cm )/(3,8 cm) = 0,29
Asam Aspartat (0,6 cm)/(3,5 cm) = 0,17 (1,2 cm)/(3,7 cm) =0,32
Histidin (0,5 cm )/(3,65 cm) = 0,14 (0,6 cm)/(3,8 cm) =0,16
Tyrosin (1,2 cm)/(3,7 cm) = 0,32 (1,6 cm)/(3,8 cm) =0,43
Campuran Sampel X (0,65 cm )/(3,7 cm) = 0,18 (1,6 cm)/(3,85 cm) = 0,42

ANALISIS DATA
Pengelusi A
Alanin d. Histidin
Dik: Jarak noda= 0,7 cm Dik: Jarak noda= 0,5 cm
Jarak eluen = 3,5 cm Jarak eluen = 3,65 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
=(0,7 cm)/(3,5 cm) = 0,20 =(0,5 cm)/(3,65 cm) = 0,14
Asam glutamat e. Tyrosin
Dik: Jarak noda= 0,65 cm Dik: Jarak noda= 1,2 cm
Jarak eluen = 3,6 cm Jarak eluen = 3,7 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
=(0,65 cm)/(3,6 cm) = 0,20 =(1,2 cm)/(3,7 cm) = 0,32
Asam aspartat f. Sampel X
Dik: Jarak noda= 0,6 cm Dik: Jarak noda= 0,65 cm
Jarak eluen = 3,55 cm Jarak eluen = 3,7 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
= (0,6 cm)/(3,55 cm) = 0,17 =(0,65 cm)/(3,7 cm) = 0,18
Pengelusi B
Alanin d. Histidin
Dik: Jarak noda= 0,6 cm Dik: Jarak noda= 0,60 cm
Jarak eluen = 3,55 cm Jarak eluen = 3,80 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
= (1,1 cm)/(3,70 cm) = 0,30 =(0,60 cm)/(3,80 cm) = 0,36
Asam glutamat e. Tyrosin
Dik: Jarak noda= 1,1 cm Dik: Jarak noda= 1,6 cm
Jarak eluen = 3,70 cm Jarak eluen = 3,80 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
= (1,1 cm)/(3,80 cm) = 0,29 =(1,6 cm)/(3,80 cm) = 0,43
Asam aspartat f. Sampel X
Dik: Jarak noda= 1,2 cm Dik: Jarak noda= 1,6 cm
Jarak eluen = 3,7 cm Jarak eluen = 3,85 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
= (1,2 cm)/(3,70 cm) = 0,32 =(1,60 cm)/(3,85 cm) = 0,42

PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan asam-asam amino dalam suatu campuran dengan cara kromatogarfi lapis tipis. Langkah pertam yang dilkukan adalah membuat larutan pengelusi A dan B. Larutan pengelusi A dibuat dengan mencampurakan n-butanol, asam asetat, dan air dengan perbandingan 80;20:20. Larutan pengelusi B dibuat dengan mencampurkan propanol dan air dengan perbandingan volume 70:30. Selanjutnya menyiapkan plat KLT sebanyak 2 lempeng. Plat pertama untuk pengelusi A dan plat kedua untuk pengelusi B. Masing-masing plat ditotolkan asam-asam amino (alanin, asam glutamat, asam aspartat, histidin dan tyrosin) dan sampel X. Masing-masing totolan berjarak 1 cm dengan totolan yang lain. Fungsinya agar noda tiap totolan tidak bercampur. Jarak totolan dari bawah plat 1 cm. Setiap plat ditotol sebanyak 2 kali untuk masing-masing senyawa. Totolan kedua diberikan setelah totolan pertama sudah kering. Setelah kering, plat kemudian dimasukkan dalam masing-masing larutan pengelusi yang sebelumnya telah dibuat dan dijenuhkan. Cara menjenuhkan larutan pengelusi adalah dengan menutup wadah pengelusi dan tidak menggoyangkannya (didiamkan). Fungsi menutup wadah (gelas kimia) adalah meyakinkan bahwa kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap pelarut.
Setelah kedua plat dimasukkan dalam masing-masing pengelusi, wadah kembali ditutup kembali dan mengamati pergerakan pelarut. Jika pergerakan pelarut tiba pada batas atas dari plat, maka palt diangkat dan dikeringkan kemudian disemprotkan dengan larutan ninhidrin yang berfungsi untuk memberikan warna noda karena ninhidrin merupakan pendeteksi adanya gugus amina bebas dari asam amino. Karena noda yang terbentuk setelah penyemprotan ninhidrin kurang jelas sehingga kedua plat dipanaskan dalam oven, dan muncullah warna ungu dan cokelat. Menurut teori, apabila sampel mengandung gugus amino maka ninhidrin akan bereaksi menjadi warna ungu. Dari hasil pengamatan dan analisis data diperoleh Rf masing-masing senyawa pada larutan pengelusi A dan B. Pada pengelusi A, Rf alanin, asam glutamat, asam aspartat, histidin, tyrosin dan sampel X berturut-turut 0,2; 1,8; 0,17; 0,14; 0,32 dan 0,18. Berdasarkan nilai Rf tersebut, maka sampel X adalah asam glutamat karena memiliki nilai Rf yang sama pada pelarut yang sama. Pada pengelusi B, nilai Rf untuk analin, asam glutamat, asam aspartat, histidin, tyrosin dan sampel X berturut-turut adalah 0,30; 0,29; 0,32; 0,16; 0,43 dan 0,42. Dari nilai Rf ini dapat dilhat bahwa sampel X adalah Tyrosin, karena memiliki nilai Rf yang sama pada pelarut yang sama. Nilai Rf sampel berbeda pada masing-masing pengelusi karena menurut teori, jika pada kondisi yang sama nilai rf yang diperoleh untuk setiap warna akan selalu sama, namun jika terdapat perubahan (suhu, komposisi pelarut dan sebagainya), nilai tersebut akan berubah. Dalam percobaan ini komposisi pelarut (larutan pengelusi) A dan B berbeda. Pengelusi A adalah n-butanol, asam asetat glasial, dan air sedangkan pengelusi B adalah propanol dan air. Sehingga nilai Rf untuk masing-masing sampel berbeda. Adapun reaksi antara asam-asam amino dengan ninhidrin adalah sebagai berikut:
Alanin + ninhidrin

Asam Glutamat + Ninhidrin




Asam Aspartat + Ninhidrin

Histidin + Ninhidrin

5. Tyrosin + Ninhidrin

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Rf untuk asam-asam amino pada pengelusi A yaitu alanin= 0,20, asam glutamat = 0,18, asam aspartat= 0,17, histidin= 0,14, tyrosin= 0,32 dan sampel X= 0,18.
Rf untuk asam-asam amino pada pengelusi A yaitu alanin= 0,30, asam glutamat = 0,29, asam aspartat= 0,32, histidin= 0,16, tyrosin= 0,43 dan sampel X= 0,42.
Sampel X mengandung asam glutamat dan tyrosin.
Saran
Diharapkan agar prktikan memperhatikan posisi plat dalam masing-masing pengelusi, jangan sampai tercelup dalam larutan pengelusi.


DAFTAR PUSTAKA


Clark, Jim. 2007. Kromatogrfi Lapis Tipis. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/ instrumen_analisis/kromatigrafi1/kromatografi_lapis_tipis/. Diakses tanggal 27 Mei 2011.

Khopkar. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. UI-Press.

Mulyono, HAM. 2005. Kamus Kimia. Bandung. Buni Aksara.

Poedjiadi, Anna. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta. UI-Press.

Soebagio. 2002. Kimia Analitik II. Malang. Universitas Negeri Malang.

Underwood. 1986. Analisis Kimia Kualitatif. Jakarta. Erlangga.

Wikipedia. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. http://id.wikipedia.org/wiki/kromatografi _Lapis_Tipis#cite_note-sko-0. Diakses tanggal 27 Mei 2011.













JAWABAN PERTANYAAN

Jika protein dihidrolisis oleh asam kuat maka akan terurai menjadi asam-asam amino penyusunnya.
Prinsip dasar KLT yaitu sama dengan kromatografi kertas yang terdiri atas fasa diam berupa lapisan tipis dan suatu absorbaan penyangga yang halus diatas suatu lempeng gelas atau aluminium, dan fasa geraknya berupa pelarut tertentu
3. Nama asam amino yang telah diidentifikasi berdasarkan harga Rfnya yaitu tyrosin dan asam aspartat.

Kalor Reaksi

JUDUL PERCOBAAN
Penentuan Kalor Reaksi
TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kalor pelerutan integral CuSO4 dan CuSO4.5H2O dengan menggunakan kalorimeter sederhana.
LANDASAN TEORI
Termodinamika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan antara panas dan bentuk eenergi lain(kerja). Termodinamika sangat penting dalam kimia sebab dengan menggunakan termodinamika kita dapat menduga apakah suatu reaksi akan berlangsung atau tidak, dan apabila reaksi berlangsung, dapat dicari kondisi bagaimana yang dapat memaksimumkan produk. Tetapi, termodinamika memiliki kelemahan yaitu tidak dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan reaksi yang berlangsung (Bird, 1987:22).
Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau bentuk wujudnya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah ukuran dalam suatu derajat panas. Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun yang dilepaskan oleh suatun benda. Kalor didefenisikan sebagai energi panas yang dimiliki oleh suatu zat. Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi, maka kalor oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya, jika suhuny rendah, maka kalor yang dimilikinya sedikit (Naruti, 2010).
Kalor biasanya dilambangkan dengan q atau Q, merupakan suatu bentuk energi yang dapat dipertukarkan oleh sistem dan lingkungan karena adanya perbedaan suhu. Penggunaan nilai kalor yang dipertukarkan antara sistem dan lingkungan harus konsisten dengan suatu perjanjian. Perjanjian Q bernilia positif apabila sitem menerima kalor dari lingkungan. Sebaliknya Q bernilai negatif apabila sistem melepaskan kalor ke lingkungan. Perubahan kalor sistem yang terjadi diberi tanda dQ, yang menadakan bahwa perubahan kalor bergantung pada jalannya sistemsehingga kalor bukan merupakan fungsi keadaan. Jika sistem tidak mengalami pertukaran kalor, dQ=0, sisem ini dinamakan sistem adiabatik. Kalor yang diserap oleh sistem untuk menaikkan suhuny sebesar satu derajat disebut kapasitas kalor, biasanya dinyatakan dengan simbol C (Mulyani, 2004:41).
Karena satuan standar energi panas telah digunakan kalori selama bertahun-tahun, alat yang digunakan untuk perubahan kalor selama reaksi kimia adalah kalorimeter. Teknik penggunaannya dikembangkan oleh Lavosier dan ahli kimia lama lainnya dan telah diperbaiki sehingga dewasa ini berkecermatan tinggi, dalam laboratorium seperti Biro Standar Nasional (Amerika Serikat). Dua metode termokimia eksperimen yang paling biasa disebut kalorimetri pembakaran dan kalorimeter reaksi. Dalam metode pertama, suatu unsur atau senyawa dibakar, biasnya dalam oksigen, dan energi ataun kalor yang dibebaskan dalam reaksi yang diukur. Kalorimeter reaksi merujuk pada penetuan kalor reaksi apa saja selain kalor reaksi pembakaran. Metode terakhir ini lebih umum digunakan dengan senyawa anorganik dan larutan-larutannya (Keenan, 1984:474).
Perubahan entalpi yang mengikuti perubahan fisika atau kimia dapat diukur dengan kalorimeter. Pengukuran itu dilakukan memantau perubahan temperatur yang mengikuti proses yang terjadi pada tekanan tetap. Salah satu caranya untuk melakukan ini pada reaksi pembakaran adalah dengan menggunakan kalorimeter adiabatik dan mengukur ΔT pada saat sejumlah zat terbakarapi dalam oksigen yang dibiarkan, dan kemudian menggunakan kapasitas kalor sebagai faktor konversi. Carfa lain untuk mengukur perubahan entalpi (ΔH) adalah dengan mengukur perubahan energi dalam dengan kalorimeter bom, kemudian mengubah nilai ΔU menjadi ΔH. Karena padatan dan cairan mempunyai volume molar kecil, maka PV menjadi sangat kecil. Nilai ΔH dan ΔU hampir sama untuk reaksi yang tidak melibatkan gas (Atkins, 1999:54).
Panas reaksi diukur dengan bantuan kalorimeter. Harga ΔE diperoleh apabila reaksi dilakukan dalam kalorimeter bom, yaitu pada volume konstan dan ΔH adalah panas reaksi yang diukur pada tekanan konstan, dalam gelas opiala atau labu yang diisolasi, botol termos, labu Dewar, dan lain-lain (Dogra, 1990:328).
Penyerapan atau pelepasan kalor yang menyertai suatu reaksi dapat diukur secara eksperimen. Dikenal beberapa macam kalor reaksi, bergantung pada tipe reaksinya, diantaranya adalah kalor netralisasi, kalor pembentukan, kalor penguraian dan kalor pembakaran. Selain kalor reaksi, penyerapan atau pelepasan kalor dapat juga terjadi pada proses-proses fisik. Diantaranya adalah pada proses pelarutan suatu zat didalam pelarutnya, atau penambahan zat terlarut ke dalam zat pelarut. Ada dua jenis kalor pelarutan integral dan kalor pelarutan differensial (Tim Dosen Kimia Fisik, 2011:1).
Panas pelarutan intergral didefenisikan sebagai perubahan entalpi jika suatu mol zat dilakukan dalam n mol pelarut. Panas pelarutan diferensial didefenisikan sebagai perubahan entalpi jika suatu mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan tak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dalam penambahan 1 mol zat terlarut. Secara matematik didefenisikan sebagaimana dmΔH/dm, yaitu panas diplot sebagai jumlah mol zat terlarut dan panas pelarutan diferensial dapat dengan mendapatkan kemiringan tergantung pada konsentrasi larutan (Naruti, 2010).
Entalpi pelarutan adalah entalpi reaksi pelarut dari satu mol senyawa ke dalam pelarut dan menjadi larutan encer. Entalpi pelarutan standar hasil pengukuran pada 25oC dengan tekanan 1 atm, dilambangkan dengan ΔHos. Perhitungan energi dalam bentuk kalor reaksi maupun entalpi dapat dilakukan dengan cara lain. Hal ini didasari pada prinsip reaksi yaitu pentaan ulang ikatan kimia dari zat-zat yang bereaksi. Pertama-tama terjadi pemutusan ikatan kemudian dilanjutkan dengan pembentukan ikatan. Sehingga proses perhitungan energi dapat menggunakan energi ikatan dari senyawa-senyawa yang terlibat dalam reaksi tersebut. Perhitungan entapi dapat diketahui dengan persamaan:
q = m . c . Δt
q: Kalor reaksi
m : massa zat (gram)
Δt : perubahan suhu (oC)
c : Kalor jenis zat cair (J/g oC). (Zulfikar, 2010).
Kita dapat menggabungkan entalpi standar reaksi-reaksi individual untuk memperoleh entalpi reaksi yang lain. Penerapan hukum pertama itun disebut Hukum Hess yang berbunyi “Entalphi reaksi secara kecara keseluruhan adalah jumlah entalpi reaksi dari reaksi-reaksi individual yang merupakan bagian dari suatu reaksi” (Atkins, 1999:67).
ALAT DAN BAHAN
Alat
1 set kalorimeter
Mortar dan pastel
Stopwatch
Oven
Gelas kimia 50 mL dan 100 mL
Krus porselin
Termometer -10o-110oC
Batang pengaduk
Neraca digital
Gelas ukur 50mL
Penjepit
Pembakaran spiritus, kaki tiga dan kasa asbes
Botol semprot
Eksikator
Statif dan klem
Bahan
Tembaga sulfat pentahidrat, CuSO4.5H2O
Aquades
Korek api
Tissue
PROSEDUR KERJA
Penentuan Tetapan Kalorimeter
Memasukkan 50 mL air ke dalam kalorimeter dengan gelas ukur dan mencatat temperaturnya sampai diperoleh temperatur konstan.
Menyiapkan air panas dalam gelas kimia suhunya 40oC pada saat suhu air dingin konstan, memasukkan 50 mL air panas ke dalam kalorimeter yang berisi air dingin.
Mencatat suhu air dalam kalorimter setiap satu menit sambil terus diaduk. Melakukan pencatat hingga diperoleh suhu relatif tetap.
Membuat kurva hubungan antara waktu dengan suhu untuk memperoleh suhu campuran yang tepat.
Penentuan Kalor Pelarutan Intergral CuSO4 dan CuSO4.5H2O
Menimbang 10 gram kristal CuSO4.5H2O.
Menempatkan kristal tersebut dalam mortar dan pastel dan menghancurkan sampai mendapatkan serbuk halus.
Menyiapkan kalorimeter (yang telah ditentukan tetapannya), dan memasukkan ke dalamnya 100 mL aquades. Mencatat suhunya setiap satu menit sebanyak 5 kali pembacaan.
Menambahkan 5 gram kristal CuSO4.5H2O halus ke dalam kalorimeter tersebut dan mengaduknya terus. Mencatat suhu saat kristal ditambahkan, lalu melanjutkan dengan pembacaan suhu setiap satu menit sampai diperoleh suhu yang relatif tetap.
Memanaskan 5 gram serbuk halus CuSO4.5H2O sampai warna berubah dari biru menjasi agak putih. Mengaduk perlahan-lahan sampai semua air hidratnya menguap seluruhnya, ditandai dengan berubahnya warna serbuk dari biru menjadi putih.
Menyiapakan serbuk anhidrat tersebut dalam eksikator, menunggu samapi serbuk itu dingin.
Mengulangi langkah c, d, dan e dengan menggunakan CuSO4 anhidrat.
HASIL PENGAMATAN
Penentuan Tetapan Kalorimeter
Suhu air (awal)
Menit ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Suhu (oC) 28 28 28 29 29 29 29,5 29,5 29,5 29,5

Suhu campuran
Volume aquades panas= 50 mL
Volume aquades dingin= 50 mL
Suhu aquades panas= 40oC
Perubahan suhu
Menit ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Suhu (oC) 34 34 33,5 33,5 33,5 33,5 33,5 33,5 33,5 33,5

Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4.5H2O
Suhu air (awal)
Menit ke- 1 2 3 4 5
Suhu (oC) 29,5 29,5 29,5 29,5 29,5

Suhu campuran
Massa CuSO4.5H2O =5,0 gram
Volume aquades =100 mL
Perubahan suhu
Menit ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Suhu (oC) 29 29 29,5 30 30 30 30 30

Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4
Suhu air (awal)
Menit ke- 1 2 3 4 5
Suhu (oC) 29,5 29,5 29,5 29,5 29,5

Suhu campuran
Massa CuSO4 anhidrat = 5,0 gram
Volume aquades = 100 mL
Perubahan suhu
Menit ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Suhu (oC) 30,5 30,5 30,5 30 30 30 30 30

ANALISI DATA
Penentuan Tetapan kalorimeter
Dik: Tair dingin=T1= 29,5oC= 302,5 K
Tair panas =T2= 40oC= 313 K
Vair dingin =V1= 50 mL
Vair panas =V2= 50 mL
ρair = 1 g/mL
Cair = 4,2 J/g.K
Tcampuran =Tc= 33,5oC= 306,5 K
Dit: K=....?
Peny: m1=m2=Vxρair =50 mL x 1g/mL=50 g
Qserap air dingin=Q1= m1. c.ΔT1
= 50 g. 4,2J/g.K. (306,5-302,5)K
= 840 J=0,840 kJ
Qlepas air panas=Q2= m2. c.ΔT2
= 50 g. 4,2 J/g.K. (313-306,5)K
= 1365 J=1,365 kJ
Q3=Q2-Q1
= (1365-840) J
= 525 J
K=Q3/∆T1 = (525 J)/(306,5-302,5)K = 131,25 J/K = 0,13125 kJ/K
Penentuan kalor pelarutan integral CuSO4.5H2O
Dik: m CuSO4.5H2O = 5 gram
m air = 100 mL x 1 g/mL= 100 g
Tair dingin =T1 = 29,5oC = 302,5 K
Tcampuran =Tc = 30oC = 303 K
Massa molar CuSO4.5H2O= 249,5 g/mol
Dit: ΔHpelarutan=.....?
Peny: Qserap air dingin = Q1 = mair. c. ΔT1
= 100 g. 4,2 J/g.K. (303-302,5) K
= 210 J
Qserap kalorimeter=Q2 = K. ΔT1
= 131,25 J/K. (303-302,5) K
= 65,625 J
Jumlah mol CuSO4.5H2O = (massa CuSO4.5H2O)/(massa molar CuSO4.5H2O)
= (5 gram)/(249,5 g/mol) = 0,02 mol
ΔHpelarutan =ΔH1 = (Q1+Q2)/(mol CuSO4.5H2O)
= (210+65,625)J/(0,02 mol)
= 13781,25 J/mol = 13,78125 kJ/mol
Penentuan kalor pelarutan integral CuSO4
Dik: m CuSO4 = 5 gram
m air = 100 mL x 1 g/mL= 100 g
Tair dingin =T1 = 29,5oC = 302,5 K
Tcampuran =Tc = 30oC = 303 K
K = 131,25 J/K
Massa molar CuSO4= 159,5 g/mol
Dit: ΔHpelarutan=.....?
Peny: Qserap air dingin = Q1 = mair. c. ΔT1
= 100 g. 4,2 J/g.K. (303-302,5) K
= 210 J
Qserap kalorimeter=Q2 = K. ΔT1
= 131,25 J/K. (303-302,5) K
= 65,625 J
Jumlah mol CuSO4.5H2O = (massa CuSO4)/(massa molar CuSO4)
= (5 gram)/(159,5 g/mol) = 0,03 mol
ΔHpelarutan =ΔH2 = (Q1+Q2)/(mol CuSO4)
= (210+65,625)J/(0,03 mol)
= 9187,5 J/mol = 9,1875 kJ/mol
CuSO4.5H2O(s) → CuSO4(s) + 5H2O(l)
ΔHr = ΔH2 - ΔH1
= (9187,5 - 13781,25) J/mol
= - 4593,75 J/mol
PEMBAHASAN
Penentuan Tetapan Kalorimeter
Percobaaan ini bertujuan untuk mengetahui tetapan kalorimeter yang digunakan. Tetapan kalorimeter ini merupakan jumlah kalor yang dapat diserap oleh kalorimeter per satuan suhu. Tetapan kalorimeter harus diukur untuk mengetahui tetapan klorimeter itu sendiri atau banyaknya kalor yang diserap oleh kalorimeter karena setiap komponen kalorimeter maemiliki sifat khas dalam mengukur kalor. Hal ini terjadi karena komponen-komponen alat kalorimeter sendiri (wadah logam, pengadukdan termometer) menyerap kalor, sehingga tidak semua kalor yang terjadi terukur. Maka dari itu, perlu untuk mengetahui tetapan kalorimeter terlebih dahulu. Untuk mengetahui tetapan kalorimeter, maka dilakukan pencampuran air dingin dan air panas di dalam kalorimeter. Air dingin akan menyerap kalor dan air panas akan melepaskan kalor. Suhu awal air dingin yang terukur sebesar 29,5oC dan suhu air panas sebesar 40oC dan suhu pencampuran sebesar 33,5oC.
Setelah diperoleh masing-masing suhu, maka dihitunglah kalor yang diserap oleh air dingin dan kalor yang dilepaskan oleh air panas dengan rumus, q= m . c . ΔT, dimana m adalah massa air yang digunakan, ΔT adalah perubahan suhu. Untuk air dingin, ΔT merupakan selisih antara suhu campuran dengan suhu awal air dingin sedangkan untuk air panas, ΔT merupakan selisih antara suhu awal air panas dengan suhu campuran , dan c merupakan kalo jenis air yaitu 4,2 J/g.K. Dari analisi data diperoleh kalor yang diserap air dingin sebesar 840 J. Kalor yang dilepaskan oleh air panas sebesar 1365 J. Setelah diperoleh masing-masing kalor, maka selanjutnya menentukan tetapan kalorimeter yang merupakan pembagian antara selisih kalor yang dilepas air panas dengan kalor yang diserap air dingin (ini merupakan kalor yang diserap oleh kalorimeter) dengan perubahan suhu air dingin (selisih antara suhu campuran dengan suhu air dingin). Dari analisi data diperoleh Tetapan kalorimeter sebesar 131,25 J/K. Artinya kalorimeter yang digunakan dapat menyerap kalor sebesar 131,25 J setiap kenaikan 1 K.
Penentuan kalor pelarutan integral CuSO4.5H2O
Penentuan kalor pelarutan CuSO4.5H2O ini dilakukan dengan melarutkan kristal CuSO4.5H2O ke dalam air yang terdapat dalam kalorimeter yang telah ditentukan tetapan kalorimeternya. Mula-mula kristal CuSO4.5H2O dihaluskan sebelum di masukkan ke dalam kalorimeter. Hal ini dilakukan agar kristal CuSO4.5H2O ini lebih mudah larut. Suhu awal air dingin diukur sebelum menambahkan kristal CuSO4.5H2O ke dalamnya. Kristal kemudian dimasukkan ke dalam kalorimeter, dan sambil diaduk suhu diukur sampai diperoleh suhu yang relatif konstan yang merupakan suhu campuran. Tujuan dari pengadukan ini adalah agar kalor dalam kalorimeter merata. Suhu campuran ini selanjutnya digunakan menghitung perubahan suhu dalam kalorimeter, dengan mengurangkannya dengan suhu awal air dingin. Dan selanjutnya perubahan suhu (ΔT) ini digunakan untuk menghitung kalor yang diserap oleh air dingin dengan persamaan, q= m . c . ΔT dan untuk menghitung kalor yang diserap oleh kalorimeter persamaannya, q= K/ΔT . K adalah tetapan kalorimeter yang telah ditentukan pada percobaan sebelumnya. Dari analisis data diperoleh kalor yang diserap air dingin sebesar 210 J dan kalor yang diserap oleh kalorimeter sebesar 65,625 J. Untuk menentukan besar kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan (kalor pelarutan) 1 mol kristal CuSO4.5H2O, maka kalor yang diserap oleh air dingin dijumlahkan dengan kalor yang diserap oleh kalorimeter kemudian membaginya dengan jumlah mol kristal CuSO4.5H2O yang digunakan. Dari analisis data diperoleh kalor pelarutan CuSO4.5H2O sebesar 13781,25 J/mol. Artinya untuk melarutkan 1 mol CuSO4.5H2O dalam 100 mL air, diperlukan kalor sebesar 13781,25 J.
Penentuan kalor pelarutan integral CuSO4
Pada percobaan penentuan kalor pelarutan CuSO4 ini, pada dasrnya sama dengan percobaan Penentuan kalor pelarutan CuSO4.5H2O. Kristal CuSO4 diperoleh dengan memanaskan kristal CuSO4.5H2O untuk menghilangkan molekul airnya yang ditandai dengan berubahnya warna kristal dari biru menjadi putih, kristal kemudian didinginkan dalam eksikator. Pendinginan dilakukan dalam eksikator karena di dalam eksikator terdapat silika gel yang dapat menyerap uap air yang masih ada dalam kristal, dan jika didinginkan pada suhu kamar, maka kemungkinan besar kristal CuSO4 akan mengikat molekul air yang bebas di sekitar kristal yang tentunya akan mempengaruhi hasil percobaan selanjutnya. Setelah kristal CuSO4 dingin, kristal kemudian ditambahkan ke dalam kalorimeter yang di dalamnya sudah terdapat air yang sudah diukur suhu konstannya. Langkah selanjutnya sama seperti pada percobaan penetuan kalor pelarutan kristal CuSO4.5H2O dan dari analisis data, diperoleh kalor yang diserap oleh air dingin sebesar 210 J dan kalor yang diserap kalorimeter sebesar 65.625 J. Dan kalor pelarutan CuSO4 dalam 100 mL sebesar 9187,5 J/mol.
Dari hasil percobaan, diperoleh kalor pelarutan CuSO4.5H2O lebih besar daripada kalor pelarutan CuSO4. Sehingga diperoleh ΔHreaksi berdasrkan hukum Hess sebesar - 4593,75 J/mol, artinya reaksi besifat eksoterm yaitu melepaskan kalor. Hal ini tidak sesuai dengan teori, seharusnya kalor pelarutan CuSO4 anhidrat lebih besardaripada kalor pelarutan CuSO4.5H2O, karena CuSO4.5H2O mengandung 5 molekul air sehingga kalor yang dibutuhkan untuk melarutkannya lebih kecil dari kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan CuSO4 anhidrat yang tidak mengandung air. Hal ini terjadi karena proses pemanasan CuSO4.5H2O yang tidak sempurna (tidak sampai putih) sehingga masih mengandung air dan menyebabkan kalor pelarutan menjadi rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tetapan kalorimeter yang digunakan adalah 131,25 J/K
Kalor pelarutan integral kristal CuSO4.5H2O sebesar 13781,25 J/mol dan kalor pelarutan integral CuSO4 sebesar 9187,5 J/mol.
Saran
Diharapkan agar laboran menyediakan kristal CuSO4 anhidrat, sehingga dapat mempercepat pelaksanaan praktikum.
Diharapkan agar praktiakn memanaskan kristal CuSO4.5H2O sampai betul-betul berwarna putih untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.




DAFTAR PUSTAKA


Atkins. 1999. Kimia Fisik jilid 1 edisi IV. Jakarta. Erlangga.

Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta. PT. Gramedia.

Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta. UI-Press.

Keenan. 1984. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta. Erlangga.

Mulyani, Sri. 2004. Kimia Fisik I. Jakarta. Unversitas Pendidikan Indonesia.

Naruti. 2010. Penetuan Kalor Reaksi. http://nugiluph24.blogspot.com/2010/10/ penentuan-kalor-reaksi.html. Diakses tanggal 20 Mei 2011.

Tim Dosen Kimia Fisik. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Makassar. Laboratorium Kimia FMIPA UNM.

Zulfikar. 2010. Entalphi Pelarutan. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/ kimia-kecepatan-reaksi-dan-energi%E%88%86pp-pelarutan/. Diakses tanggal 20 Mei 2011.















JAWABAN PERTANYAAN
K=(Q2-Q1)/((Tc-T1)) ,
Q1 adalah kalor yang diserap oleh air dingin dapat dinyatakan dengan persamaan Q1= m1. c. ΔT1
Q2 adalah kalor yang dilepaskan oleh air panas dapat dinyatakan dengan persamaan Q2= m2. c. ΔT2
Sehingga, jika Q1 dan Q2 disubstitusi ke persamaan K, maka diperoleh:
K= ((m2.c.∆T2)-(m1.c.∆T1))/((Tc-T1)) ΔT1=(Tc-T1) dan ΔT2 = (T2-Tc), sehingga
K= (m2.c.(T2-Tc)-m1.c.(Tc-T1))/((Tc-T1))
Kegunaan dari nilai tetapan kalorimeter dalam menetukan reaksi atau kalor pelarutan sistem adalah sebagai faktor pengali untuk mngetahui kalor yang diserap oleh kalorimeter.
Cara menentukan suhu awal dalam pervcobaan ini adalah suhu yang konstan atau relatif tetap pada saat hanya air yang ada dalam kalorimeter. Sedangkan cara untuk menetukan suhu akhir adalah suhu konstan ketika dicampurkan.
Rumus kalor jenis reaksi jika kalor jenis masing-masing spesies dalam eksperimen merupakan fungsi suhu:
q= m. c. ΔT
H=qv
Untuk setiap sistem tertutup (jumlah dan macam zat tidak mengalami perubahan), banyaknya kalor reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu dan volume. Sehingga perubahan kalor dalam setiap sistem merupakan pengurangan dari perubahan suhu dan volume tetap.
Nilai tetapan kalorimeter yang diperoleh 131,25 J/K
Nilai kalor penetralan CuSO4 sebesar 9187,5 J/mol dan kalor pelarutan integral CuSO4.5H2O sebesar 13781,25 J/mol.
CuSO4.5H2O(s) → CuSO4(s) + 5H2O(l)
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil eksperimen adalah:
Suhu
Tekanan dan volume
Tetapan kalorimeter