Selasa, 05 Juli 2011

Kromatografi Lapis Tipis

JUDUL PRCOBAAN
Kromatografi Lapis Tipis (Thin Layer Chromatografy, TLC)
TUJUAN PERCOBAAN
Pemisahan asam-asam amino dalam suatu campuran dengan cara kromatogarfi lapis tipis
LANDASAN TEORI
Pengertian kromatografi menyangkut metode pemisahan yang didasarkan atas distribusi diferensial komponen sampel diantara dua fasa. Menurut pengertian ini kromatografi selalu melibatkan dua fasa yaitu fasa diam (stationary ophase) dan fasa gerak (mobil phase). Fasa diam dapat berupa padatan atau cairan yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu absorben), sedangkan fasa gerak dapat berupa cairan disebut eluen atau pelarut, atau gas pembawa inert. Gerakan fasa gerak ini mengakibatkan terjadinya migrasi diferensial komponen-komponen dalam sampel (Soebagio, 2002: 54).
Teknik ini bermanfaat sebagai cara untuk menguraikan suatu campuran. Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase. Salah satu fase adalah fase diam. Transfer massa antara fase begerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap pada partikel-pertikel atau terserap didalam pori-pori partikel atau terbagi kedalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau didalam pori (Khopkar, 2008: 52).
Keuntungan pemisahan dengan metode kromatografi dibandingkan dengan metode pemisahan lainnya ialah: (a) dapat digunakan untuk sampel atau konstituen yang sangat kecil (semi nikro dan mikro); (b) cukup selektif teruatama untuk senyawa-senyawa organik multi komponen; (c) proses pemisahan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat; (d) seringkali murah dan sederhana, karena umumnya tidak memerlukan alat yang mahal dan rumit (Soebagio, 2002: 55).
Kromatografi lapisan tipis, atau TLC, seperti kromatografi kertas tidaklah mahal dan sederhana menjalankannya. Dibandingkan kromatografi kertas lebih cepat: proses itu mungkin memerlukan hanya sekitar setengah jam, sedangkan pemisahan yang lazim pada kertas memerlukan beberapa jam . TLC sangat populer dan secara rutin digunakan dalam banyak laboratorium. Medium pemisahannya berupa lapisan barangkali 0,1-0,3 mm zat padatan adsorben pada lempeng kaca, plastik atau aluminium. Lempeng yang lazim berukuran 20x5 cm (Underwood,1986: 153).
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut (Wikipedia, 2011).
Teknik pengembangan dalam KLT sam dengan kromatografi kertas. Proses pengembangan umunya lebih cepat, memerlukan waktu 10 menit hingga 1 jam lebih. Pengembangan 5 menit dapat dilakukan secara sempurna dengan menggunakan kaca objek mikroskop sebagai papan KLT. Pemisahan pendahuluan dengan cara ini enak digunakan untuk menetukan kondisi optimum pengembangan. Cara ini untuk mengurangi terjadinya ekoran dengan hasil pemisahan yang lebih tajam. Penggunaannya terutama untuk ukuran sampel dengan rentanan 10-100 μg. Noda sampel akan mempunyai diameter 2-5 mm, jika digunakan larutan sampel 1-10μL dengan kadar 1%. Deteksi noda KLT terkadang lebih mudah dibandingkan dengan kromatografi kertas, karena dapat digunakan teknik-teknik umum yang lebih banyak. Suatu teknik pendeteksian yang biasa dilakukan untuk senyawa organik adalahndengan penyomprotan dengan larutan H2SO4. Langkah ini kemudian diikuti dengan pemanasan untuk mengarahkan dan mengembangkan noda-noda hitam untuk keperluan analisa kuantitatif noda dapat dikerok, kemudian diekstraksi dengan pelarut polar tertentu. Kadar analit yang diinginkan diperiksa secara instrumen dari larutan hasil ekstraksi (Soebagio, 2002: 86-87).
Untuk maksud identifikasi, noda-noda sering dicirikan oleh Rfnya. Nilai Rf ialah perbandingan angka jarak berpindah zat terlarut itu dengan jarak berpindahnya garis depan pelarut dalam waktu yang sama. Nilai-nilai Rf yang identik untuk senyawa yang diketahui dan yang tidak diketahui, dengan menggunakan sistem-sistem pelarut yang berlainan, akan merupakan bukti yang cukup kuat bahwa keduanya identik, terutama jika mereka ddijalankan bersama-sama sepanjang satu pita kertas (Underwood, 1986: 152).
Sebagai contoh, jika suatun komponen berwarna merah bergerak 1,7 cm dari garis awal, sementara pelarut berjarak 5,0 cm sehingga nilai Rf untuk komponen merah menjadi Rf=(1,7 cm)/(5,0 cm) = 0,34
Jika percobaan ini diulang pada kondisi yang tepat sama, nilai Rf yang diperoleh untuk setiap warna akan selalu sama. Namun, jika terdapat perubahan (suhu, komposisi pelarut dan sebagainyya), nilai tersebut akan berubah (Clark, 2007).
Pada umunya asam amino diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein, baik menggunakan enzim maupun asam. Dengan cara ini diperoleh bermacam-macam asam amino dan untuk menentukan jenis asam amino maupun kuantitas masing-masing asam tersebut perlu diadakan pemisahan antara asam-asam amino tersebut. Ada beberapa metode analisis asam amino misalnya metode gravimetri, kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi lapis tipis, larutan yang mengandung beberapa asam amino diteteskan diatas absorben dan dibiarkan bergerak. Pemisahan asam amino didasarkan perbedaan kecepatan bergerak asam-asam amino tersebut pada pH tertentu (Poedjiadi, 2009: 100-101).
Proses berikutnya dari kromatografi lapis tipis adalah visualisasi. Tahap ini sangat penting karena diperlukan suatu keterampilan dalam memilih metode yang tepat karena harus disesuaikan dengan jenis sampel yang sedang diuji. Salah satu yang dipakai adalah penyemprotan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin (2,2-Dihydroxindane-1,3-dione) adalah suatu larutan yang akan digunakan untuk mendeteksi adanya gugus amina. Apabila pada sampel terdapat gugus amina maka ninhidrin akan bereaksi menjadi berwarna ungu. Biasanya padatan ninhidirn ini dilarutkan dalam larutan butanol (Wikipedia, 2011).
Ninhidrin adalah senyawa organik dengan rumus kimia C9H6O4. Padatan kristalnya berwarna putih, larut dalam air dan alkohol. Digunakan sebagai pereaksi untuk uji adanya gugus amino bebas dan karboksilat dalam protein dengan memberikan warna biru. Mengurai pada 214-243oC. Strukturnya sebagai berikut:

(Mulyono, 2005: 294).

ALAT DAN BAHAN
Alat
Gelas Kimia
Gelas ukur
Penggaris
Gunting
Pensil
Pipa kapiler
Pipet tetes
Bahan
Ninhidrin 0,3% (dalam butanol yang mengandung 3% asam asetat glasial)
Larutan pengelusi A (butanol:asam amino:air = 80:20:20)
Larutan pengelusi B (propanol:air = 70:30 v/v)
Larutan asam amino standar (alanin, asam glutamat, asam aspartat, histidin, dan tyrosin)
Asam amino X
Plat KLT
Aluminium foil
Tisue
Aquades
PROSEDUR KERJA
Menyiapkan larutan pengelusi A dengan mencampurkan 40 ml n-butanol dengan 10 mL asam asetat glasial dan 10 mL aquades
Menyiapkan larutan pengelusi B dengan mencampurkan 35 mL propanol dengan 15 mL aquades
Menyiapkan larutan asam-asam amino standar
Menotolkan 2 tetes asam-asam amino dan asam amino X pada 2 plat KLT yang berbeda. Membiarkan totolan pertama mengering kemudian menotolkan totolan kedua
Membiarkan totolan kering kemudian memasukkan masing-masing plat ke dalam pengelusi A dan pengelusi B (± 0,5 cm bagian bawah lempeng tercelup)
Mengangkat plat setelah larutan pengelusi merambat hingga batas rambat pada plat
Mengeringkan plat dan menyemprotkan dengan larutan ninhidrin pada permukaan plat
Membiarkan beberapa menit, jika tidak timbul noda (warna) maka memanaskan plat sampai timbul warna
Menghitung harga Rf dari asam-asam amino dan asam amino X yang diamati
HASIL PENGAMATAN
Larutan pengelusi A
40 mL n-butanol (bening) + 10 mL CH3COOH (bening) + 10 mL H2O (bening) → larutan pengelusi A
Larutan pengelusi B
35 mL propanol (bening) + 15 mL H2O (bening) → larutan pengelusi B
Plat KLT □(→┴ditotolakan ) asam-asam amino (alanin, asam glutamat, asam aspartat, histidin, tyrosin dan campuran X ) → dicelup dalam larutan pengelusi A dan B → dikeringkan □(→┴(disemprotkan ) ) ninhidrin → oven → noda ungu dan coklat.


Komponen
Nama Asam Amino Harga Rf
Pengelusi A Pengelusi B
j
Standar


Alanin (0,7 cm)/(3,5 cm) = 0,20 (1,1 cm )/(3,7 cm) =0,30
Asam Glutamat (0,65 cm)/(3,6 cm) = 0,18 (1,1 cm )/(3,8 cm) = 0,29
Asam Aspartat (0,6 cm)/(3,5 cm) = 0,17 (1,2 cm)/(3,7 cm) =0,32
Histidin (0,5 cm )/(3,65 cm) = 0,14 (0,6 cm)/(3,8 cm) =0,16
Tyrosin (1,2 cm)/(3,7 cm) = 0,32 (1,6 cm)/(3,8 cm) =0,43
Campuran Sampel X (0,65 cm )/(3,7 cm) = 0,18 (1,6 cm)/(3,85 cm) = 0,42

ANALISIS DATA
Pengelusi A
Alanin d. Histidin
Dik: Jarak noda= 0,7 cm Dik: Jarak noda= 0,5 cm
Jarak eluen = 3,5 cm Jarak eluen = 3,65 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
=(0,7 cm)/(3,5 cm) = 0,20 =(0,5 cm)/(3,65 cm) = 0,14
Asam glutamat e. Tyrosin
Dik: Jarak noda= 0,65 cm Dik: Jarak noda= 1,2 cm
Jarak eluen = 3,6 cm Jarak eluen = 3,7 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
=(0,65 cm)/(3,6 cm) = 0,20 =(1,2 cm)/(3,7 cm) = 0,32
Asam aspartat f. Sampel X
Dik: Jarak noda= 0,6 cm Dik: Jarak noda= 0,65 cm
Jarak eluen = 3,55 cm Jarak eluen = 3,7 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
= (0,6 cm)/(3,55 cm) = 0,17 =(0,65 cm)/(3,7 cm) = 0,18
Pengelusi B
Alanin d. Histidin
Dik: Jarak noda= 0,6 cm Dik: Jarak noda= 0,60 cm
Jarak eluen = 3,55 cm Jarak eluen = 3,80 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
= (1,1 cm)/(3,70 cm) = 0,30 =(0,60 cm)/(3,80 cm) = 0,36
Asam glutamat e. Tyrosin
Dik: Jarak noda= 1,1 cm Dik: Jarak noda= 1,6 cm
Jarak eluen = 3,70 cm Jarak eluen = 3,80 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
= (1,1 cm)/(3,80 cm) = 0,29 =(1,6 cm)/(3,80 cm) = 0,43
Asam aspartat f. Sampel X
Dik: Jarak noda= 1,2 cm Dik: Jarak noda= 1,6 cm
Jarak eluen = 3,7 cm Jarak eluen = 3,85 cm
Dit: Rf=.....? Dit: Rf=.....?
Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen ) Peny: Rf= ( Jarak noda)/(Jarak eluen )
= (1,2 cm)/(3,70 cm) = 0,32 =(1,60 cm)/(3,85 cm) = 0,42

PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan asam-asam amino dalam suatu campuran dengan cara kromatogarfi lapis tipis. Langkah pertam yang dilkukan adalah membuat larutan pengelusi A dan B. Larutan pengelusi A dibuat dengan mencampurakan n-butanol, asam asetat, dan air dengan perbandingan 80;20:20. Larutan pengelusi B dibuat dengan mencampurkan propanol dan air dengan perbandingan volume 70:30. Selanjutnya menyiapkan plat KLT sebanyak 2 lempeng. Plat pertama untuk pengelusi A dan plat kedua untuk pengelusi B. Masing-masing plat ditotolkan asam-asam amino (alanin, asam glutamat, asam aspartat, histidin dan tyrosin) dan sampel X. Masing-masing totolan berjarak 1 cm dengan totolan yang lain. Fungsinya agar noda tiap totolan tidak bercampur. Jarak totolan dari bawah plat 1 cm. Setiap plat ditotol sebanyak 2 kali untuk masing-masing senyawa. Totolan kedua diberikan setelah totolan pertama sudah kering. Setelah kering, plat kemudian dimasukkan dalam masing-masing larutan pengelusi yang sebelumnya telah dibuat dan dijenuhkan. Cara menjenuhkan larutan pengelusi adalah dengan menutup wadah pengelusi dan tidak menggoyangkannya (didiamkan). Fungsi menutup wadah (gelas kimia) adalah meyakinkan bahwa kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap pelarut.
Setelah kedua plat dimasukkan dalam masing-masing pengelusi, wadah kembali ditutup kembali dan mengamati pergerakan pelarut. Jika pergerakan pelarut tiba pada batas atas dari plat, maka palt diangkat dan dikeringkan kemudian disemprotkan dengan larutan ninhidrin yang berfungsi untuk memberikan warna noda karena ninhidrin merupakan pendeteksi adanya gugus amina bebas dari asam amino. Karena noda yang terbentuk setelah penyemprotan ninhidrin kurang jelas sehingga kedua plat dipanaskan dalam oven, dan muncullah warna ungu dan cokelat. Menurut teori, apabila sampel mengandung gugus amino maka ninhidrin akan bereaksi menjadi warna ungu. Dari hasil pengamatan dan analisis data diperoleh Rf masing-masing senyawa pada larutan pengelusi A dan B. Pada pengelusi A, Rf alanin, asam glutamat, asam aspartat, histidin, tyrosin dan sampel X berturut-turut 0,2; 1,8; 0,17; 0,14; 0,32 dan 0,18. Berdasarkan nilai Rf tersebut, maka sampel X adalah asam glutamat karena memiliki nilai Rf yang sama pada pelarut yang sama. Pada pengelusi B, nilai Rf untuk analin, asam glutamat, asam aspartat, histidin, tyrosin dan sampel X berturut-turut adalah 0,30; 0,29; 0,32; 0,16; 0,43 dan 0,42. Dari nilai Rf ini dapat dilhat bahwa sampel X adalah Tyrosin, karena memiliki nilai Rf yang sama pada pelarut yang sama. Nilai Rf sampel berbeda pada masing-masing pengelusi karena menurut teori, jika pada kondisi yang sama nilai rf yang diperoleh untuk setiap warna akan selalu sama, namun jika terdapat perubahan (suhu, komposisi pelarut dan sebagainya), nilai tersebut akan berubah. Dalam percobaan ini komposisi pelarut (larutan pengelusi) A dan B berbeda. Pengelusi A adalah n-butanol, asam asetat glasial, dan air sedangkan pengelusi B adalah propanol dan air. Sehingga nilai Rf untuk masing-masing sampel berbeda. Adapun reaksi antara asam-asam amino dengan ninhidrin adalah sebagai berikut:
Alanin + ninhidrin

Asam Glutamat + Ninhidrin




Asam Aspartat + Ninhidrin

Histidin + Ninhidrin

5. Tyrosin + Ninhidrin

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Rf untuk asam-asam amino pada pengelusi A yaitu alanin= 0,20, asam glutamat = 0,18, asam aspartat= 0,17, histidin= 0,14, tyrosin= 0,32 dan sampel X= 0,18.
Rf untuk asam-asam amino pada pengelusi A yaitu alanin= 0,30, asam glutamat = 0,29, asam aspartat= 0,32, histidin= 0,16, tyrosin= 0,43 dan sampel X= 0,42.
Sampel X mengandung asam glutamat dan tyrosin.
Saran
Diharapkan agar prktikan memperhatikan posisi plat dalam masing-masing pengelusi, jangan sampai tercelup dalam larutan pengelusi.


DAFTAR PUSTAKA


Clark, Jim. 2007. Kromatogrfi Lapis Tipis. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/ instrumen_analisis/kromatigrafi1/kromatografi_lapis_tipis/. Diakses tanggal 27 Mei 2011.

Khopkar. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. UI-Press.

Mulyono, HAM. 2005. Kamus Kimia. Bandung. Buni Aksara.

Poedjiadi, Anna. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta. UI-Press.

Soebagio. 2002. Kimia Analitik II. Malang. Universitas Negeri Malang.

Underwood. 1986. Analisis Kimia Kualitatif. Jakarta. Erlangga.

Wikipedia. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. http://id.wikipedia.org/wiki/kromatografi _Lapis_Tipis#cite_note-sko-0. Diakses tanggal 27 Mei 2011.













JAWABAN PERTANYAAN

Jika protein dihidrolisis oleh asam kuat maka akan terurai menjadi asam-asam amino penyusunnya.
Prinsip dasar KLT yaitu sama dengan kromatografi kertas yang terdiri atas fasa diam berupa lapisan tipis dan suatu absorbaan penyangga yang halus diatas suatu lempeng gelas atau aluminium, dan fasa geraknya berupa pelarut tertentu
3. Nama asam amino yang telah diidentifikasi berdasarkan harga Rfnya yaitu tyrosin dan asam aspartat.

Kalor Reaksi

JUDUL PERCOBAAN
Penentuan Kalor Reaksi
TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kalor pelerutan integral CuSO4 dan CuSO4.5H2O dengan menggunakan kalorimeter sederhana.
LANDASAN TEORI
Termodinamika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan antara panas dan bentuk eenergi lain(kerja). Termodinamika sangat penting dalam kimia sebab dengan menggunakan termodinamika kita dapat menduga apakah suatu reaksi akan berlangsung atau tidak, dan apabila reaksi berlangsung, dapat dicari kondisi bagaimana yang dapat memaksimumkan produk. Tetapi, termodinamika memiliki kelemahan yaitu tidak dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan reaksi yang berlangsung (Bird, 1987:22).
Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau bentuk wujudnya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah ukuran dalam suatu derajat panas. Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun yang dilepaskan oleh suatun benda. Kalor didefenisikan sebagai energi panas yang dimiliki oleh suatu zat. Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi, maka kalor oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya, jika suhuny rendah, maka kalor yang dimilikinya sedikit (Naruti, 2010).
Kalor biasanya dilambangkan dengan q atau Q, merupakan suatu bentuk energi yang dapat dipertukarkan oleh sistem dan lingkungan karena adanya perbedaan suhu. Penggunaan nilai kalor yang dipertukarkan antara sistem dan lingkungan harus konsisten dengan suatu perjanjian. Perjanjian Q bernilia positif apabila sitem menerima kalor dari lingkungan. Sebaliknya Q bernilai negatif apabila sistem melepaskan kalor ke lingkungan. Perubahan kalor sistem yang terjadi diberi tanda dQ, yang menadakan bahwa perubahan kalor bergantung pada jalannya sistemsehingga kalor bukan merupakan fungsi keadaan. Jika sistem tidak mengalami pertukaran kalor, dQ=0, sisem ini dinamakan sistem adiabatik. Kalor yang diserap oleh sistem untuk menaikkan suhuny sebesar satu derajat disebut kapasitas kalor, biasanya dinyatakan dengan simbol C (Mulyani, 2004:41).
Karena satuan standar energi panas telah digunakan kalori selama bertahun-tahun, alat yang digunakan untuk perubahan kalor selama reaksi kimia adalah kalorimeter. Teknik penggunaannya dikembangkan oleh Lavosier dan ahli kimia lama lainnya dan telah diperbaiki sehingga dewasa ini berkecermatan tinggi, dalam laboratorium seperti Biro Standar Nasional (Amerika Serikat). Dua metode termokimia eksperimen yang paling biasa disebut kalorimetri pembakaran dan kalorimeter reaksi. Dalam metode pertama, suatu unsur atau senyawa dibakar, biasnya dalam oksigen, dan energi ataun kalor yang dibebaskan dalam reaksi yang diukur. Kalorimeter reaksi merujuk pada penetuan kalor reaksi apa saja selain kalor reaksi pembakaran. Metode terakhir ini lebih umum digunakan dengan senyawa anorganik dan larutan-larutannya (Keenan, 1984:474).
Perubahan entalpi yang mengikuti perubahan fisika atau kimia dapat diukur dengan kalorimeter. Pengukuran itu dilakukan memantau perubahan temperatur yang mengikuti proses yang terjadi pada tekanan tetap. Salah satu caranya untuk melakukan ini pada reaksi pembakaran adalah dengan menggunakan kalorimeter adiabatik dan mengukur ΔT pada saat sejumlah zat terbakarapi dalam oksigen yang dibiarkan, dan kemudian menggunakan kapasitas kalor sebagai faktor konversi. Carfa lain untuk mengukur perubahan entalpi (ΔH) adalah dengan mengukur perubahan energi dalam dengan kalorimeter bom, kemudian mengubah nilai ΔU menjadi ΔH. Karena padatan dan cairan mempunyai volume molar kecil, maka PV menjadi sangat kecil. Nilai ΔH dan ΔU hampir sama untuk reaksi yang tidak melibatkan gas (Atkins, 1999:54).
Panas reaksi diukur dengan bantuan kalorimeter. Harga ΔE diperoleh apabila reaksi dilakukan dalam kalorimeter bom, yaitu pada volume konstan dan ΔH adalah panas reaksi yang diukur pada tekanan konstan, dalam gelas opiala atau labu yang diisolasi, botol termos, labu Dewar, dan lain-lain (Dogra, 1990:328).
Penyerapan atau pelepasan kalor yang menyertai suatu reaksi dapat diukur secara eksperimen. Dikenal beberapa macam kalor reaksi, bergantung pada tipe reaksinya, diantaranya adalah kalor netralisasi, kalor pembentukan, kalor penguraian dan kalor pembakaran. Selain kalor reaksi, penyerapan atau pelepasan kalor dapat juga terjadi pada proses-proses fisik. Diantaranya adalah pada proses pelarutan suatu zat didalam pelarutnya, atau penambahan zat terlarut ke dalam zat pelarut. Ada dua jenis kalor pelarutan integral dan kalor pelarutan differensial (Tim Dosen Kimia Fisik, 2011:1).
Panas pelarutan intergral didefenisikan sebagai perubahan entalpi jika suatu mol zat dilakukan dalam n mol pelarut. Panas pelarutan diferensial didefenisikan sebagai perubahan entalpi jika suatu mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan tak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dalam penambahan 1 mol zat terlarut. Secara matematik didefenisikan sebagaimana dmΔH/dm, yaitu panas diplot sebagai jumlah mol zat terlarut dan panas pelarutan diferensial dapat dengan mendapatkan kemiringan tergantung pada konsentrasi larutan (Naruti, 2010).
Entalpi pelarutan adalah entalpi reaksi pelarut dari satu mol senyawa ke dalam pelarut dan menjadi larutan encer. Entalpi pelarutan standar hasil pengukuran pada 25oC dengan tekanan 1 atm, dilambangkan dengan ΔHos. Perhitungan energi dalam bentuk kalor reaksi maupun entalpi dapat dilakukan dengan cara lain. Hal ini didasari pada prinsip reaksi yaitu pentaan ulang ikatan kimia dari zat-zat yang bereaksi. Pertama-tama terjadi pemutusan ikatan kemudian dilanjutkan dengan pembentukan ikatan. Sehingga proses perhitungan energi dapat menggunakan energi ikatan dari senyawa-senyawa yang terlibat dalam reaksi tersebut. Perhitungan entapi dapat diketahui dengan persamaan:
q = m . c . Δt
q: Kalor reaksi
m : massa zat (gram)
Δt : perubahan suhu (oC)
c : Kalor jenis zat cair (J/g oC). (Zulfikar, 2010).
Kita dapat menggabungkan entalpi standar reaksi-reaksi individual untuk memperoleh entalpi reaksi yang lain. Penerapan hukum pertama itun disebut Hukum Hess yang berbunyi “Entalphi reaksi secara kecara keseluruhan adalah jumlah entalpi reaksi dari reaksi-reaksi individual yang merupakan bagian dari suatu reaksi” (Atkins, 1999:67).
ALAT DAN BAHAN
Alat
1 set kalorimeter
Mortar dan pastel
Stopwatch
Oven
Gelas kimia 50 mL dan 100 mL
Krus porselin
Termometer -10o-110oC
Batang pengaduk
Neraca digital
Gelas ukur 50mL
Penjepit
Pembakaran spiritus, kaki tiga dan kasa asbes
Botol semprot
Eksikator
Statif dan klem
Bahan
Tembaga sulfat pentahidrat, CuSO4.5H2O
Aquades
Korek api
Tissue
PROSEDUR KERJA
Penentuan Tetapan Kalorimeter
Memasukkan 50 mL air ke dalam kalorimeter dengan gelas ukur dan mencatat temperaturnya sampai diperoleh temperatur konstan.
Menyiapkan air panas dalam gelas kimia suhunya 40oC pada saat suhu air dingin konstan, memasukkan 50 mL air panas ke dalam kalorimeter yang berisi air dingin.
Mencatat suhu air dalam kalorimter setiap satu menit sambil terus diaduk. Melakukan pencatat hingga diperoleh suhu relatif tetap.
Membuat kurva hubungan antara waktu dengan suhu untuk memperoleh suhu campuran yang tepat.
Penentuan Kalor Pelarutan Intergral CuSO4 dan CuSO4.5H2O
Menimbang 10 gram kristal CuSO4.5H2O.
Menempatkan kristal tersebut dalam mortar dan pastel dan menghancurkan sampai mendapatkan serbuk halus.
Menyiapkan kalorimeter (yang telah ditentukan tetapannya), dan memasukkan ke dalamnya 100 mL aquades. Mencatat suhunya setiap satu menit sebanyak 5 kali pembacaan.
Menambahkan 5 gram kristal CuSO4.5H2O halus ke dalam kalorimeter tersebut dan mengaduknya terus. Mencatat suhu saat kristal ditambahkan, lalu melanjutkan dengan pembacaan suhu setiap satu menit sampai diperoleh suhu yang relatif tetap.
Memanaskan 5 gram serbuk halus CuSO4.5H2O sampai warna berubah dari biru menjasi agak putih. Mengaduk perlahan-lahan sampai semua air hidratnya menguap seluruhnya, ditandai dengan berubahnya warna serbuk dari biru menjadi putih.
Menyiapakan serbuk anhidrat tersebut dalam eksikator, menunggu samapi serbuk itu dingin.
Mengulangi langkah c, d, dan e dengan menggunakan CuSO4 anhidrat.
HASIL PENGAMATAN
Penentuan Tetapan Kalorimeter
Suhu air (awal)
Menit ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Suhu (oC) 28 28 28 29 29 29 29,5 29,5 29,5 29,5

Suhu campuran
Volume aquades panas= 50 mL
Volume aquades dingin= 50 mL
Suhu aquades panas= 40oC
Perubahan suhu
Menit ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Suhu (oC) 34 34 33,5 33,5 33,5 33,5 33,5 33,5 33,5 33,5

Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4.5H2O
Suhu air (awal)
Menit ke- 1 2 3 4 5
Suhu (oC) 29,5 29,5 29,5 29,5 29,5

Suhu campuran
Massa CuSO4.5H2O =5,0 gram
Volume aquades =100 mL
Perubahan suhu
Menit ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Suhu (oC) 29 29 29,5 30 30 30 30 30

Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4
Suhu air (awal)
Menit ke- 1 2 3 4 5
Suhu (oC) 29,5 29,5 29,5 29,5 29,5

Suhu campuran
Massa CuSO4 anhidrat = 5,0 gram
Volume aquades = 100 mL
Perubahan suhu
Menit ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Suhu (oC) 30,5 30,5 30,5 30 30 30 30 30

ANALISI DATA
Penentuan Tetapan kalorimeter
Dik: Tair dingin=T1= 29,5oC= 302,5 K
Tair panas =T2= 40oC= 313 K
Vair dingin =V1= 50 mL
Vair panas =V2= 50 mL
ρair = 1 g/mL
Cair = 4,2 J/g.K
Tcampuran =Tc= 33,5oC= 306,5 K
Dit: K=....?
Peny: m1=m2=Vxρair =50 mL x 1g/mL=50 g
Qserap air dingin=Q1= m1. c.ΔT1
= 50 g. 4,2J/g.K. (306,5-302,5)K
= 840 J=0,840 kJ
Qlepas air panas=Q2= m2. c.ΔT2
= 50 g. 4,2 J/g.K. (313-306,5)K
= 1365 J=1,365 kJ
Q3=Q2-Q1
= (1365-840) J
= 525 J
K=Q3/∆T1 = (525 J)/(306,5-302,5)K = 131,25 J/K = 0,13125 kJ/K
Penentuan kalor pelarutan integral CuSO4.5H2O
Dik: m CuSO4.5H2O = 5 gram
m air = 100 mL x 1 g/mL= 100 g
Tair dingin =T1 = 29,5oC = 302,5 K
Tcampuran =Tc = 30oC = 303 K
Massa molar CuSO4.5H2O= 249,5 g/mol
Dit: ΔHpelarutan=.....?
Peny: Qserap air dingin = Q1 = mair. c. ΔT1
= 100 g. 4,2 J/g.K. (303-302,5) K
= 210 J
Qserap kalorimeter=Q2 = K. ΔT1
= 131,25 J/K. (303-302,5) K
= 65,625 J
Jumlah mol CuSO4.5H2O = (massa CuSO4.5H2O)/(massa molar CuSO4.5H2O)
= (5 gram)/(249,5 g/mol) = 0,02 mol
ΔHpelarutan =ΔH1 = (Q1+Q2)/(mol CuSO4.5H2O)
= (210+65,625)J/(0,02 mol)
= 13781,25 J/mol = 13,78125 kJ/mol
Penentuan kalor pelarutan integral CuSO4
Dik: m CuSO4 = 5 gram
m air = 100 mL x 1 g/mL= 100 g
Tair dingin =T1 = 29,5oC = 302,5 K
Tcampuran =Tc = 30oC = 303 K
K = 131,25 J/K
Massa molar CuSO4= 159,5 g/mol
Dit: ΔHpelarutan=.....?
Peny: Qserap air dingin = Q1 = mair. c. ΔT1
= 100 g. 4,2 J/g.K. (303-302,5) K
= 210 J
Qserap kalorimeter=Q2 = K. ΔT1
= 131,25 J/K. (303-302,5) K
= 65,625 J
Jumlah mol CuSO4.5H2O = (massa CuSO4)/(massa molar CuSO4)
= (5 gram)/(159,5 g/mol) = 0,03 mol
ΔHpelarutan =ΔH2 = (Q1+Q2)/(mol CuSO4)
= (210+65,625)J/(0,03 mol)
= 9187,5 J/mol = 9,1875 kJ/mol
CuSO4.5H2O(s) → CuSO4(s) + 5H2O(l)
ΔHr = ΔH2 - ΔH1
= (9187,5 - 13781,25) J/mol
= - 4593,75 J/mol
PEMBAHASAN
Penentuan Tetapan Kalorimeter
Percobaaan ini bertujuan untuk mengetahui tetapan kalorimeter yang digunakan. Tetapan kalorimeter ini merupakan jumlah kalor yang dapat diserap oleh kalorimeter per satuan suhu. Tetapan kalorimeter harus diukur untuk mengetahui tetapan klorimeter itu sendiri atau banyaknya kalor yang diserap oleh kalorimeter karena setiap komponen kalorimeter maemiliki sifat khas dalam mengukur kalor. Hal ini terjadi karena komponen-komponen alat kalorimeter sendiri (wadah logam, pengadukdan termometer) menyerap kalor, sehingga tidak semua kalor yang terjadi terukur. Maka dari itu, perlu untuk mengetahui tetapan kalorimeter terlebih dahulu. Untuk mengetahui tetapan kalorimeter, maka dilakukan pencampuran air dingin dan air panas di dalam kalorimeter. Air dingin akan menyerap kalor dan air panas akan melepaskan kalor. Suhu awal air dingin yang terukur sebesar 29,5oC dan suhu air panas sebesar 40oC dan suhu pencampuran sebesar 33,5oC.
Setelah diperoleh masing-masing suhu, maka dihitunglah kalor yang diserap oleh air dingin dan kalor yang dilepaskan oleh air panas dengan rumus, q= m . c . ΔT, dimana m adalah massa air yang digunakan, ΔT adalah perubahan suhu. Untuk air dingin, ΔT merupakan selisih antara suhu campuran dengan suhu awal air dingin sedangkan untuk air panas, ΔT merupakan selisih antara suhu awal air panas dengan suhu campuran , dan c merupakan kalo jenis air yaitu 4,2 J/g.K. Dari analisi data diperoleh kalor yang diserap air dingin sebesar 840 J. Kalor yang dilepaskan oleh air panas sebesar 1365 J. Setelah diperoleh masing-masing kalor, maka selanjutnya menentukan tetapan kalorimeter yang merupakan pembagian antara selisih kalor yang dilepas air panas dengan kalor yang diserap air dingin (ini merupakan kalor yang diserap oleh kalorimeter) dengan perubahan suhu air dingin (selisih antara suhu campuran dengan suhu air dingin). Dari analisi data diperoleh Tetapan kalorimeter sebesar 131,25 J/K. Artinya kalorimeter yang digunakan dapat menyerap kalor sebesar 131,25 J setiap kenaikan 1 K.
Penentuan kalor pelarutan integral CuSO4.5H2O
Penentuan kalor pelarutan CuSO4.5H2O ini dilakukan dengan melarutkan kristal CuSO4.5H2O ke dalam air yang terdapat dalam kalorimeter yang telah ditentukan tetapan kalorimeternya. Mula-mula kristal CuSO4.5H2O dihaluskan sebelum di masukkan ke dalam kalorimeter. Hal ini dilakukan agar kristal CuSO4.5H2O ini lebih mudah larut. Suhu awal air dingin diukur sebelum menambahkan kristal CuSO4.5H2O ke dalamnya. Kristal kemudian dimasukkan ke dalam kalorimeter, dan sambil diaduk suhu diukur sampai diperoleh suhu yang relatif konstan yang merupakan suhu campuran. Tujuan dari pengadukan ini adalah agar kalor dalam kalorimeter merata. Suhu campuran ini selanjutnya digunakan menghitung perubahan suhu dalam kalorimeter, dengan mengurangkannya dengan suhu awal air dingin. Dan selanjutnya perubahan suhu (ΔT) ini digunakan untuk menghitung kalor yang diserap oleh air dingin dengan persamaan, q= m . c . ΔT dan untuk menghitung kalor yang diserap oleh kalorimeter persamaannya, q= K/ΔT . K adalah tetapan kalorimeter yang telah ditentukan pada percobaan sebelumnya. Dari analisis data diperoleh kalor yang diserap air dingin sebesar 210 J dan kalor yang diserap oleh kalorimeter sebesar 65,625 J. Untuk menentukan besar kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan (kalor pelarutan) 1 mol kristal CuSO4.5H2O, maka kalor yang diserap oleh air dingin dijumlahkan dengan kalor yang diserap oleh kalorimeter kemudian membaginya dengan jumlah mol kristal CuSO4.5H2O yang digunakan. Dari analisis data diperoleh kalor pelarutan CuSO4.5H2O sebesar 13781,25 J/mol. Artinya untuk melarutkan 1 mol CuSO4.5H2O dalam 100 mL air, diperlukan kalor sebesar 13781,25 J.
Penentuan kalor pelarutan integral CuSO4
Pada percobaan penentuan kalor pelarutan CuSO4 ini, pada dasrnya sama dengan percobaan Penentuan kalor pelarutan CuSO4.5H2O. Kristal CuSO4 diperoleh dengan memanaskan kristal CuSO4.5H2O untuk menghilangkan molekul airnya yang ditandai dengan berubahnya warna kristal dari biru menjadi putih, kristal kemudian didinginkan dalam eksikator. Pendinginan dilakukan dalam eksikator karena di dalam eksikator terdapat silika gel yang dapat menyerap uap air yang masih ada dalam kristal, dan jika didinginkan pada suhu kamar, maka kemungkinan besar kristal CuSO4 akan mengikat molekul air yang bebas di sekitar kristal yang tentunya akan mempengaruhi hasil percobaan selanjutnya. Setelah kristal CuSO4 dingin, kristal kemudian ditambahkan ke dalam kalorimeter yang di dalamnya sudah terdapat air yang sudah diukur suhu konstannya. Langkah selanjutnya sama seperti pada percobaan penetuan kalor pelarutan kristal CuSO4.5H2O dan dari analisis data, diperoleh kalor yang diserap oleh air dingin sebesar 210 J dan kalor yang diserap kalorimeter sebesar 65.625 J. Dan kalor pelarutan CuSO4 dalam 100 mL sebesar 9187,5 J/mol.
Dari hasil percobaan, diperoleh kalor pelarutan CuSO4.5H2O lebih besar daripada kalor pelarutan CuSO4. Sehingga diperoleh ΔHreaksi berdasrkan hukum Hess sebesar - 4593,75 J/mol, artinya reaksi besifat eksoterm yaitu melepaskan kalor. Hal ini tidak sesuai dengan teori, seharusnya kalor pelarutan CuSO4 anhidrat lebih besardaripada kalor pelarutan CuSO4.5H2O, karena CuSO4.5H2O mengandung 5 molekul air sehingga kalor yang dibutuhkan untuk melarutkannya lebih kecil dari kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan CuSO4 anhidrat yang tidak mengandung air. Hal ini terjadi karena proses pemanasan CuSO4.5H2O yang tidak sempurna (tidak sampai putih) sehingga masih mengandung air dan menyebabkan kalor pelarutan menjadi rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tetapan kalorimeter yang digunakan adalah 131,25 J/K
Kalor pelarutan integral kristal CuSO4.5H2O sebesar 13781,25 J/mol dan kalor pelarutan integral CuSO4 sebesar 9187,5 J/mol.
Saran
Diharapkan agar laboran menyediakan kristal CuSO4 anhidrat, sehingga dapat mempercepat pelaksanaan praktikum.
Diharapkan agar praktiakn memanaskan kristal CuSO4.5H2O sampai betul-betul berwarna putih untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.




DAFTAR PUSTAKA


Atkins. 1999. Kimia Fisik jilid 1 edisi IV. Jakarta. Erlangga.

Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta. PT. Gramedia.

Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta. UI-Press.

Keenan. 1984. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta. Erlangga.

Mulyani, Sri. 2004. Kimia Fisik I. Jakarta. Unversitas Pendidikan Indonesia.

Naruti. 2010. Penetuan Kalor Reaksi. http://nugiluph24.blogspot.com/2010/10/ penentuan-kalor-reaksi.html. Diakses tanggal 20 Mei 2011.

Tim Dosen Kimia Fisik. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Makassar. Laboratorium Kimia FMIPA UNM.

Zulfikar. 2010. Entalphi Pelarutan. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/ kimia-kecepatan-reaksi-dan-energi%E%88%86pp-pelarutan/. Diakses tanggal 20 Mei 2011.















JAWABAN PERTANYAAN
K=(Q2-Q1)/((Tc-T1)) ,
Q1 adalah kalor yang diserap oleh air dingin dapat dinyatakan dengan persamaan Q1= m1. c. ΔT1
Q2 adalah kalor yang dilepaskan oleh air panas dapat dinyatakan dengan persamaan Q2= m2. c. ΔT2
Sehingga, jika Q1 dan Q2 disubstitusi ke persamaan K, maka diperoleh:
K= ((m2.c.∆T2)-(m1.c.∆T1))/((Tc-T1)) ΔT1=(Tc-T1) dan ΔT2 = (T2-Tc), sehingga
K= (m2.c.(T2-Tc)-m1.c.(Tc-T1))/((Tc-T1))
Kegunaan dari nilai tetapan kalorimeter dalam menetukan reaksi atau kalor pelarutan sistem adalah sebagai faktor pengali untuk mngetahui kalor yang diserap oleh kalorimeter.
Cara menentukan suhu awal dalam pervcobaan ini adalah suhu yang konstan atau relatif tetap pada saat hanya air yang ada dalam kalorimeter. Sedangkan cara untuk menetukan suhu akhir adalah suhu konstan ketika dicampurkan.
Rumus kalor jenis reaksi jika kalor jenis masing-masing spesies dalam eksperimen merupakan fungsi suhu:
q= m. c. ΔT
H=qv
Untuk setiap sistem tertutup (jumlah dan macam zat tidak mengalami perubahan), banyaknya kalor reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu dan volume. Sehingga perubahan kalor dalam setiap sistem merupakan pengurangan dari perubahan suhu dan volume tetap.
Nilai tetapan kalorimeter yang diperoleh 131,25 J/K
Nilai kalor penetralan CuSO4 sebesar 9187,5 J/mol dan kalor pelarutan integral CuSO4.5H2O sebesar 13781,25 J/mol.
CuSO4.5H2O(s) → CuSO4(s) + 5H2O(l)
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil eksperimen adalah:
Suhu
Tekanan dan volume
Tetapan kalorimeter

Sabtu, 11 Juni 2011

Evaluasi Hasil Belajar

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi anatara individu dan individu dengan lingkungannya. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang pengajar adalah menetapakan dahulu tujuan yang akan dicapai dari mata pelajaran itu (bahan pelajaran tertentu dan bukan dari mata pelajaran itu). Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha atau tindakan penilaian atau evaluasi. Penilaian atau evaluasi pada dasarnya memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kreteria tertentu.
Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh karena itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan penilaian hasil belajar. Jika seorang guru merasa bertanggung jawab atas penyempurnaan pengajarannya, maka ia harus mengevaluasi pengajarannya itu agar ia mengetahui perubahan apa yang seharusnya diadakan. Siswa juga harus dievaluasi. Berdasarkan hal tersebut diatas maka disusunlah makalah berjudul “Evaluasi Hasil Belajar”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian evaluasi hasil belajar?
2. Apa fungsi evaluasi dalam proses belajar mengajar?
3. Apa prinsip-prinsip dasar evaluasi hasil belajar?
4. Apa sasaran atau objek evaluasi?
5. Apa jenis alat evaluasi?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian evaluasi hasil belajar.
2. Menjelaskan fungsi evaluasi dalam proses belajar mengajar.
3. Menjelaskan prinsip-prinsip dasar evaluasi hasil belajar.
4. Menjelaskan sasaran atau objek evaluasi serta jenis alat evaluasi.
5. Menjelaskan jenis alat evaluasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar adalah kegiatan atau proses penetuan nilai hasil belajar, sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya. Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
1. Kebiasaan; seperti: peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
2. Keterampilan; seperti: menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
3. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
4. Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
5. Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
6. Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
7. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
8. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu).
9. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
Evaluasi menyangkut penilaian bahan dan metode untuk mencapai tujuan tertentu. Penilaian kuantitatif dan kualitatif diadakan untuk melihat sejauh mana bahan atau metode memenuhi kreteria tertentu. Kreteria yang digunakan itu boleh ditentukan oleh siswa sendiri, boleh juga ditentukan oleh orang lain.
B. Fungsi Evaluasi dalam Proses Belajar Mengajar
Penilaian atau evaluasi yang dilakukan terhadap proses belajar-mengajar berfungsi sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini tujuan intruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran yang seharusnya dikuasai oleh para siswa. Dengan kata lain dapat mengetahui hasil belajar yang dicapai para siswa.
2. Untuk mengetahui keefektifan proses belajar-mengajar yang dilakukan guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya dia mengajar. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa tidak semata-mata disebabkan kemampuan siswa tetapi juga disebabkan kurang berhasilnya guru mengajar. Melalui penilaian, berarti menilai kemampuan guru itu sendiri dan hasilnya dapat dijadikan bahan dalam memperbaiki usahanya, yakni tindakan mengajar berikutnya.
Dengan demikian fungsi penilaian dalam proses belajar-mengajar bermanfaat ganda, yakni bagi siswa dan guru. Penilaian hasil belajar dapat dilaksanakan dalam dua tahap. Pertama, tahap jangka pendek, yakni penilaian yang dilaksanakan guru pada akhir proses belajar-mengajar. Penilaian ini disebut Penilaian formatif. Kedua, penilaian jangka panjang, yakni penilaian yang dilaksanakan setelah proses belajar-mengajar berlangsung beberapa kali atau setelah menempuh satu periode tertentu, misalnya penilaian tengah semester atau pada akhir semester. Penilaian ini disebut penilaian sumatif.
Penilaian formatif tujuan utamanya bukan menentukan hasil belajar yang dicapai siswa, akan tetapi lebih ditekankan kepada perbaikan proses belajar-mengajar. Penilaian sumatif lebih banyak ditujukan kepada kepentingan siswa. Artinya, digunakan untuk menetapkan keberhasilan siswa dalam menguasai tujuan instruksinal atau tujuan kurikuler.
C. Prinsip-Prinsip Dasar Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip berikut:
1. Prinsip Keseluruhan
Prinsip keseluruhan atau prinsip menyeluruh dikenal dengan istilah prinsip komprehensif (comprehensive). Evaluasi belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh, atau menyeluruh. Dengan melakukan evaluasi hasil belajar secara bulat, utuh menyluruh akan diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.
2. Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan dikenal istilah prinsip kontinuitas (contunuity). Dengan prinsip ini dimaksudkan bahwa evaluasi belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung-menyambungdari waktu kewaktu. Evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara berkesinambungan itu juga dimaksudkan agar pihak evaluator (guru, dosen, dan lain-lain) dapat memperoleh kepastian dan kemantapan dalam menentukan langkah-langkah atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang perlu diambil untuk masa-masa selanjutnya, agar tujuan pengajaran sebagimana telah dirumuskan pada Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dapat tercapai dengan baik.
3. Prinsip Objektivitas
Prinsip objektivitas (objectivity) mengandung makna, evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subjektif. Seorang evaluator harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar, menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat subjektif. Prinsip ketiga ini sanmgat penting sebab apabila dalam melaksanakan evaluasi unsur-unsur subjektif menyelinap masuk kedalamnya, akan dapat menodai kemurnian hasil evaluasi itu sendiri.
D. Sasaran atau Objek Evaluasi
Langkah pertama yang harus ditempuh guru dalam mengadakan penilaian ialah mentapkan apa yang menjadi sasaran atau objek penilaian. Sasaran ini penting diketahui agar mudah memudahkan guru dalam menyusun alat avaluasi alat evaluasinya. Pada umumnya ada tiga sasaran pokok penilaian, yakni:
1. Segi tingkah laku, artinya segi yang m enyakut sikap, minat, perhatian, keterampilan siswa sebagai akibat dari proses mengajar dan belajar.
2. Segi isi pendidikan, artinya penguasaan bahan pelajaran yang diberikan guru dalam proses mengajar-belajar.
3. Segi yang menyakut proses mengajar dan belajar itu sendiri. Proses belajar dan mengajar perlu diadakan penilaian secara objektif dari guru, sebab baik tidaknya proses mengajar dan belajar akan menetukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai siswa.
E. Jenis Alat Evaluasi
Setelah sasaran penilaian ditetapkan maka langkah kedua bagi guru ialah menetapkan alat penilaian yang paling tepat untuk menilai sasran tersebut di atas. Pada umumnya alat evaluasi dibedakan menjadi dua jenis, yakni: (1) tes, dan (2) non tes. Kedua jenis ini dapat digunakan untuk menilai ketiga sasaran penilaian yang dikemukakan di atas. Agar para guru mengetahui dan terampil dalam mengadakan penilainya.
1. Tes
Tes seharusnya memungkinkan guru memperoleh data tentang kemampuan siswa dalam mencapai tujuan intruksional. Tes ada yang sudah distandarisasi, artinya tes tesebut telah mengalami proses validasi (ketepatan) dan reabilitasi (ketetapan) untuk suatu tujuan tertentu dan untuk sekelompok siswa tertentu. Sebagai contoh, penyusunan THB (Tes Hasil Belajar) merupakan usaha penysunan tes yang sudah distandarisasi.
Disamping itu yang banyak kita temukan ialah tes buatan guru sendiri. Tes ini belum distandarisasi, sebab dibuat oleh guru untuk tujuan tertentu dan untuk siswa tertentu pula. Meskipun demikian, tes ini harus pula mempertimbangkan faktor validitas dan reabilitasnya. Tes ini terdiri dari tiga bentuk yaitu:
a. Tes lisan
b. Tes tulisan
c. Tes tindakan
Jenis tes tersebut biasanya digunakan untuk menilai isi pendidikan, misalnya aspek pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan pemahaman pelajaran yang telah diberikan guru.
Tes pada umumnya mengukur hasil karya siswa. Tes dapat diselenggarakan dalam kondisi buatan atau dalam kondisi wajar, tetapi kebanyakan tes diselenggarakan dalam kondisi buatan, yakni dengan sengaja guru memberikan rangsangan. Tes-tes dalam kondisi wajar pada umumnya berupa pengumpulan data yang dilakukan pada waktu siswa tidak mengetahui bahwa ia sedang di tes.
2. Non Tes
Untuk menilai aspek tingkah laku, jenis non-tes lebih sesuai digunakan sebagai alat evaluasi. Seperti menilai aspek sikap, minat, perhatian, karakteristik, dan lain-lain yang sejenis. Alat evaluasi non-tes antatra lain:
a. Obsevasi, yakni pengamatan kepada tingkah laku pada situasi tertentu. Obsevasi bisa dalam keadaan sebenarnya atau observasi langsung dan bisa pula obsevasi tidak langsung. Keduanya dapat dilaksanakan secara sistematik, yakni dengan menggunakan pedoman observasi dan bisa pula tidak (tanpa pedoman).
b. Wawancara, ialah komunikasi langsung antara yang mewawancarai dengan yan g diwawancarai. Untuk memudahkan pelaksanaanya perlu disediakan pedoman wawncara berupa pokok-pokok yang akan ditanyakan.
c. Studi kasus, mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya. Misalnya untuk melihat sikap siswa terhadap pelajaran yan g diberikan guru di sekolah slam satu semester.
d. Rating scale (skala penilaian), merupakan salah satu alat penilaian yang menggunakan skala yang telah disusun dari ujung yang negatif sampai pada ujung positif, sehingga pada skala tersebut si penilai tinggal membubuhi tanda cek saja (√).
e. Check list, hampir menyerupai rating sclae, hanya pada check list tidak perlu disusun kreteria atau skala yang negatif sampai kepada yang positif. Cukup dengan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang akan kita minta dari yang dievaluasi.
f. Inventory, daftar pertanyaan yang disertai alternatif jawaban diantara setuju, kurang setuju atau tidak setuju.





















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Evaluasi hasil belajar adalah kegiatan atau proses penetuan nilai hasil belajar, sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya
2. Fungsi evaluasi (penilaian) dalam proses belajar-mengajar bermanfaat ganda, yakni bagi siswa dan guru.
3. Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip yaitu (a) Prinsip Keseluruhan, (b) Prinsip Kesinambungan, dan (c) Prinsip Objektivitas.
4. Pada umumnya ada tiga sasaran pokok penilaian, yakni: (a) Segi tingkah laku, (b) Segi isi pendidikan, dan (c) Segi yang menyakut proses mengajar dan belajar itu sendiri..
5. Pada umumnya alat evaluasi dibedakan menjadi dua jenis, yakni: (a) tes, dan (b) non tes.
B. Saran
Makalah ini hanya menyajikan poin-poin penting dan tidak secara mendetail, oleh karena itu sebaiknya para pembaca menggunakan referensi lain untuk menambah pengetahuan mengenai evaluasi hasil belajar.











DAFTAR PUSTAKA

Asril, Zainal. 2010. Micro Teaching: Disertai dengan Pedoman Pengalaman Lapangan. Jakarta: Rajawali Pers.

Popham, W., James, dan Eva L. Baker. 2003. Teknik Mengajar secara Sistematis. Amirul Hadi, dkk. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2004. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Sutrisno, Joko. 2010. Pengaruh Metode Belajar Inquiry dalam Belajar Sains di Sekolah terhadap Motivasi Belajar Siswa. http://www.infodiknas.com/009-metode-pembelajaran-inquiry-pengaruh-metode-pembelajaran-inquiry-dalam-belajar-sains-terhadap-motivasi-belajar-siswa/. Diakses tanggal 10 Desember 2010.

KETERKAITAN MIPA, TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu konsep pembelajaran tentang alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, IPA memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kemajuan IPTEK yang begitu pesat sangat mempengaruhi perkembangan dalam dunia pendidikan terutama pendidikan IPA di Indonesia yang merupakan bagian dari Negara-negara berkembang dan Negara-negara maju.
Pendidikan IPA telah berkembang di Negara-negara maju dan telah terbukti dengan adanya penemuan-penemuan baru yang terkait dengan teknologi. Akan tetapi di Indonesia sendiri belum mampu mengembangkannya. Pendidikan IPA di Indonesia belum mencapai standar yang diinginkan, padahal untuk memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Sains penting dan menjadi tolak ukur kemajuan bangsa.
Pendidikan di Indonesia yang sangat kurang atau masih sangatlah minim ini yang menyebabkan Dirinya tidak mampu menciptakan suatu teknologi sendiri dari hasil pemikiran atau tingkat kekreativan maupun kecerdasannya. Sehingga, inilah yang menjadi pendorong utama, teknologi yang di konsumsi oleh masyarakat Indonesia berasal dari Luar Negaranya. Maka dari itu, perlu adanya suatu pendidikan maupun bimbingan yang mampu mengolah sumber daya manusia di Indonesia menjadi Sumber Daya Manusia yang berguna, kreatif, dan cerdas.
Gerakan reformasi dalam pembelajaran sains dan teknologi di sekolah, tiada lain menjadikan warga negara melek akan sains dan teknologi (scientific and technological literacy) sebagaimana apa yang dilakukan dan telah dimulai dalam dua dekade terakhir oleh negara-negara maju. Perkembangan Iptek yang semakin pesat perlu perhatian oleh guru dan peserta didik. Dalam hal ini peserta didik perlu dipersiapkan untuk mengenal, memahami, dan menguasai Iptek dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Persiapan seawal mungkin sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di masa depan yang semakin meningkat. Berbagai tantangan muncul, antara lain menyangkut peningkatan kualitas hidup, pemerataan hasil pembangunan, partisipasi masyarakat, dan kemampuan untuk mengembangkan sumber daya manusia.
Pendidikan IPA sebagai bagian dari pendidikan umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Saat ini, Iptek sudah mengalami peningkatan, namun pembelajaran masih didominasi dengan penggunaan metode ceramah atau metode yang masih konvensional yang kegiatannya lebih berpusat pada guru (teacher centered). Dalam hal ini tentu saja aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru, mencatat hal-hal yang dianggap penting sehingga siswa cenderung dituntut untuk membenarkan apa yang dikatakan oleh guru tanpa usaha untuk membuktikan kebenarannya.
Dalam proses pembelajaran guru hanya menjelaskan IPA sebatas produk (yang sudah ada) dan sedikit proses tanpa pembuktian. Salah satu alasan yang menyebabkan adalah banyaknya materi yang harus dibahas dan diselesaikan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Padahal, dalam membahas IPA tidak cukup hanya menekankan pada produk, tetapi yang lebih penting adalah proses untuk membuktikan atau mendapatkan suatu teori atau hukum. Oleh karena itu, metode, pendekatan dan alat peraga/praktikum sebagai alat media pendidikan untuk menjelaskan IPA sangat diperlukan. Tujuan pembelajaran secara umum adalah agar siswa memahami konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, memiliki keterampilan tentang alam sekitar untuk mengembangkan pengetahuan tentangproses alam sekitar, mampu menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala alam dan mampu menggunakan teknologi untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu cara untuk dapat menciptakan sumber daya manusia berkualitas, guru dalam mengajar dapat menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Dalam hal ini, salah satu pendekatan yang sesuai dengan perkembangan Iptek adalah pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM), karena pendekatan ini memungkinkan siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan dapat menampilkan peranan sains dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat.
Maka dari itu dalam makalah ini penulis akan menyajikan pengaruh IPA dan Teknologi terhadap pengaruhnya kepada masyarakat, sehingga kita tidak terlalu mengagungkan yang namanya IPTEK dan Teknologi, dan kita juga bisa juga memilah apa-apa yang positif didalamnya tanpa harus mengabaikan segalanya.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan-rumusan permasalahan mengenai materi makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah Pengertian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Pendidikan IPA, dan Sains, serta kaitan antara IPA terhadap Teknologi?
2. Apakah Defenisi dari Sains Teknologi Masyarakat?
3. Jenis-jenis pengetahuan apa saja yang berkembang dalam masyarakat?
4. Bagaimana peranan IPA dan Teknologi dalam masyarakat?
5. Apa saja dampak IPA dan Teknologi terhadap masyarakat?

C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui Pengertian IPA, Pendidikan IPA, dan sains, serta kaitan antara IPA terhadap teknologi
2. Mengetahui Defenisi dari Sains Teknologi Masyarakat
3. Mengetahui jenis-jenis pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat
4. Mengetahui peranan IPA dan Teknologi dalam masyarakat
5. Mengetahui dampak IPA dan Teknologi dalam masyarakat

D. Manfaat
Adapun yang menjadi manfaat yang diharapkan yang dapat kita dipetik dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa Mengetahui Pengertian IPA, Pendidikan IPA, dan sains, serta kaitan antara IPA terhadap teknologi
2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat
3. Mahasiswa mengetahui Defenisi dari Sains Teknologi Masyarakat
4. Mahasiswa mengetahui peranan IPA dan Teknologi dalam masyarakat
5. Mahasiswa mengetahui dampak IPA dan Teknologi dalam masyarakat

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian IPA, Pendidikan IPA, dan Sains
1. IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau hasil observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan.
Menurut Abdullah (1998:18), IPA merupakan “pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain”.
Dalam pembelajaran IPA mencakup semua materi yang terkait dengan objek alam serta persoalannya. Ruang lingkup IPA yaitu makhluk hidup, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses materi dan sifatnya. IPA terdiri dari tiga aspek yaitu aspek Fisika, aspek Biologi dan aspek Kimia. Pada aspek Fisika IPA lebih memfokuskan pada benda-benda tak hidup. Pada aspek Biologi IPA mengkaji pada persoalan yang terkait dengan makhluk hidup serta lingkungannya. Sedangkan pada aspek Kimia IPA mempelajari gejala-gejala kimia baik yang ada pada makhluk hidup maupun benda tak hidup yang ada di alam.

2. Pendidikan IPA
Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian pendidikan dan IPA maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA merupakan penerapan dalam pendidikan dan IPA untuk tujuan pembelajaran termasuk pembelajaran di SMP.
Pendidikan IPA menurut Tohari (1978:3) merupakan “usaha untuk menggunakan tingkah laku siswa hingga siswa memahami proses-proses IPA, memiliki nilai-nilai dan sikap yang baik terhadap IPA serta menguasai materi IPA berupa fakta, konsep, prinsip, hokum dan teori IPA”. Sedangkan Pendidikan IPA menurut Sumaji (1998:46) merupakan “suatu ilmu pegetahuan social yang merupakan disiplin ilmu bukan bersifat teoritis melainkan gabungan (kombinasi) antara disiplin ilmu yang bersifat produktif”.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengungkap gejala-gejala alam dengan menerapkan langkah-langkah ilmiah serta untuk membentuk kepribadian atau tingkah laku siswa sehingga siswa dapat memahami proses IPA dan dapat dikembangkan di masyarakat.
Pendidikan IPA menjadi suatu bidang ilmu yang memiliki tujuan agar setiap siswa terutama yang ada memiliki kepribadian yang baik dan dapat menerapkan sikap ilmiah serta dapat mengembangkan potensi yang ada di alam untuk dijadikan sebagai sumber ilmu dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian pendidikan IPA bukan hanya sekedar teori akan tetapi dalam setiap bentuk pengajarannya lebih ditekankan pada bukti dan kegunaan ilmu tersebut. Bukan berarti teori-teori terdahulu tidak digunakan, ilmu tersebut akan terus digunakan sampai menemukan ilmu dan teori baru. Teori lama digunakan sebagai pembuktian dan penyempurnaan ilmu-ilmu alam yang baru. Hanya saja teori tersebut bukan untuk dihapal namun di terapkan sebagai tujuan proses pembelajaran. Melihat hal tersebut di atas nampaknya pendidikan IPA saat ini belum dapat menerapkannya.
Perlu adanya usaha yang dilakukan agar pendidikan IPA yang ada sekarang ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal yang akan dicapai, karena kita tahu bahwa pendidikan IPA tidak hanya pada teori-teori yang ada namun juga menyangkut pada kepribadian dan sikap ilmiah dari peserta didik. Untuk itu maka kepribadian dan sikap ilmiah perlu ditumbuhkan agar menjadi manusia yang sesuai dari tujuan pendidikan.

3. Sains
IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains menurut Suyoso (1998:23) merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”. Sains timbul dari rasa ingin tahu melalui pengamatan dan pengalaman yang dilakukan dan menghasilkan sebuah pengetahuan. Pengetahuan ini kemudian akan menjadi sebuah ilmu pengetahuan ketika pengetahuan tersebut bersifat kumulatif, logis, objektif, metodik, sistematik dan general yang kemudian timbullah yang namanya IPA/ Sains.

B. Keterkaitan antara MIPA dan Teknologi
Soedijarto mengemukakan bahwa dalam menghadapi abad ke-21 ada tiga indikator utama dari hasil pendidikan yang bermutu dan tercermin dari kemampuan pribadi lulusannya, yaitu (1) kemampuan untuk bertahan dalam kehidupan, (2) kemampuan untuk meningkatkan kualtas kehidupan, baik dalam segi social budaya, dalam segi politik, segi ekonomi, maupun dalam segi fisik biologis, dan (3) kemampuan untuk belajar terus pada pendidikan lanjutan. Salah satu masalah kehidupan yang akan dihadapi para lulusan peserta didik adalah adanya perubahan masa yang akan datang yang belum pasti bentuk dan arahnya, namun, yang pasti adalah adanya tantangan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia yang salah satunya teknologi.
Nana Syaodih S mengemukakan bahwa sebenarnya sejak zaman dahulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Kalau manusia pada zaman dahulu memecahkan kemiri dengan batu atau memetik buah dengan galah, sesungguhnya mereka sudah menggunakan teknologi, yaitu teknologi sederhana.
Anglin mendefenisikan teknologi sebagai penerapan ilmu-ilmu perilaku dan alam serta pengetahuan lain secara bersistem dan menyistem untuk memecahkan masalah. Ahli lain, Kast dan Rosenweig menyatakan teknologi is the art of utilizing scientific knowledge. Sedangkan Iskandar Alisyahbana merumuskan lebih jelas dan lengkap tentang teknologi yaitu cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra, dan otak manusia.
Dari pengertian diatas tampak bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari adanya teknologi. Artinya, teknologi merupakan keseluruhan cara yang secara rasional mengarah pada cirri efisiensi dalam setiap kegiatan manusia.
Pada abad ke-IV, antara pendidikan MIPA dan Teknologi dulunya tidak dikaitkan, dalam artian berdiri sendiri, dimana pendidikan MIPA hanyalah MIPA tanpa teknologi, dan teknologi hanyalah teknologi tanpa MIPA. Tetapi sekarang MIPA itu dikaitkan dengan teknologi artinya bahwa MIPA itu bagaimana diterapkan atau dikaitkan dengan teknologi. Sedangkan society, masyarakat tidak lagi dari kebutuhan IPA dan teknologi itu sendiri.
Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) atau biasa juga di Indonesia disebut dengan Salingtemas (Sains-Lingkungan-Teknologi-Masyarakat) mulai berkembang pada dasarwarsa 70-an, sebagai reaksi dari pola pengajaran sains post-Sputnik. Titik penekanan dari pola ini adalah mengembangkan hubungan antara pengetahuan ilmiah siswa dengan pengalaman keseharian mereka. Paling tidak terdapat beberapa konteks dalam pedekatan STM ini. Konteks-konteks tersebut adalah sebagai berikut :
1. Interaksi sehari-hari siswa dengan dunia sekitarnya
Suatu pengetahuan ilmiah yang luas akan memperkaya kehidupan individu, juga membuat berbagai pengalaman untuk diinterpretasi pada tahap yang berbeda. Pengembaraan di kebun atau hutan misalnya, akan memperoleh suatu pengalaman yang lain bila si pengembara/siswa tersebut memiliki pengetahuan biologi dan geologi. Berhubungan dengan hal ini juga adalah ketika pengetahuan ilmiah digunakan dalam menyelesaikan masalah praktis yang bisa muncul kapan saja di sekitar rumah tangga, seperti memperbaiki mainan atau peralatan listrik yang rusak.
Namun, hal ini sudah lama disadari bahwa jika guru ingin siswanya mampu melakukan aplikasi pengetahuan ilmiah, maka latihan yang diberikan untuk hal itu harus lebih banyak. Untuk kebanyakan siswa, hal ini tidak datang secara alami, dan pengetahuan serta keterampilan yang dipelajari di kelas sains biasanya disimpan dalam “kotak ingatan” yang berbeda dengan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Cakupan yang lebih luas antara sains melalui teknologi terhadap masyarakat
Dengan tujuan ini pengajaran sains bergerak keluar dari sekedar pengajaran sains di kelas. Berbagai materi mulai dari dampak pencemaran udara terhadap lingkungan seperti efek rumah kaca yang berlanjut ke hujan asam, pemanasan global dan perubahan iklim dipelajari di kelas sains. Ruang lingkup STM lebih luas dari sekedar komponen sains dari hal tersebut, namun ke segala hal detil yang mempengaruhi kelangsungan hidup umat manusia secara keseluruhan. Pada pola ini pemahaman sains harus benar-benar dipahami dan ini melibatkan pengajaran sains pada tahapan yang lebih tinggi. Sehingga hal ini akan memberikan tantangan yang berarti bagi guru sains di kelas untuk menyesuaikan diri terhadap pembahasan permasalahan yang diulas dengan taraf pengetahuan siswa.
Pembahasan berbagai permasalahan STM akan membawa kepada pemahaman hal apa yang perlu dilakukan untuk menangani atau mencegah hal tersebut terjadi serta faktor apa saja yang terlibat atau tidak terhadap masalah tersebut membawa berbagai pengetahuan dan kepercayaan di luar pengajaran sains, dan hal nilah yang harusnya diintregrasikan dalam pengetahuan ilmiah. Para siswa diharapkan untuk dapat mulai melihat bahwa walaupun pengetahuan ilmiah berada di belakang permasalahan tersebut namun hal itu tidaklah cukup, diharapkan siswa melakukan tindakan bijak sebagai anggota masyarakat dalam memelihara kelestarian alam. Sehingga siswa belajar menyadari beberapa hal keterbatasan dalam sains yang merupakan bekal berarti bagi kehidupannya.
3. Pendekatan sikap dan nilai ilmiah
Pendekatan ini dapat dilakukan dalam dua penekanan yang berbeda. Yang pertama melibatkan usaha untuk mengembangkan berbagai sikap tersebut yang dilihat sebagai sifat-sifat ilmuwan yang bila dikembangkan akan membantu siswa menyelesaikan persoalan sejenis seperti halnya ilmuwan menyelesaikannya.
Beberapa sikap tersebut diantaranya adalah:
a. Mengetahui butuhnya bukti sebelum membuat klaim pengetahuan
b. Mengetahui butuhnya berhati-hati ketika melakukan interpretasi pada hasil percobaan/pengamatan
c. Kemauan untuk mempertimbangkan interpretasi lain yang juga masuk akal
d. Kemauan untuk melakukan aktivitas percobaan secara hati-hati
e. Kemauan untuk mengecek bukti dan interpretasinya
f. Mengakui keterbatasan penyelidikan secara ilmiah
Penekanan yang kedua adalah mengembangkan sikap-sikap khusus terhadap alam sekitar, mata pelajaran selain sains ataupun dasar untuk karir masa depan seperti halnya sikap terhadap sains. Berbagai sikap tersebut seperti:
a. Rasa ingin tahu tentang alam fisik dan biologis dan bagaimana hal itu bekerja
b. Kesadaran bahwa sains dapat menyumbangkan hal untuk mengatasi masalah individu ataupun global
c. Suatu antusiasme terhadap pengetahuan ilmiah dan metodanya
d. Suatu pengakuan bahwa sains adalah aktivitas manusia bukan sesuatu yang mekanis
e. Suatu pengakuan pentingnya pemahaman ilmiah dalam dunia yang modern
f. Suatu kenyataan bahwa pengetahuan ilmiah bisa digunakan untuk maksud baik maupun jahat
g. Suatu pemahaman hubungan antara sains dan bentuk aktivitas manusia lainnya
h. Suatu pengakuan bahwa pengetahuan dan pemahaman sains berbeda dengan yang dilakukan sehari-hari
Berbagai sikap di atas secara jelas berhubungan dengan sains, dan akan berpotensi terus berkembang khususnya ketika siswa terlibat dalam pelajaran sains di sekolah. Namun, terdapat juga sikap-sikap positif lainnya yang mana seorang guru sains dapat juga meneguhkan dan memperkuatnya seperti rasa tanggung jawab, kesediaan untuk bekerja sama, toleransi, rasa percaya diri, menghargai orang lain, kebebasan, dapat dipercaya dan kejujuran intelektual.
Pengembangan sikap-sikap ini biasanya merupakan konsekwensi tidak langsung dari seluruh pengalaman di sekolah maupun di dunia luar. Tidak seorang gurupun atau sekumpulan kegiatan yang akan bertanggung jawab terhadap sikap siswa terhadap sains. Penelitian dalam pendidikan misalnya, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh hidden curriculum dibanding isi materi kurikulum terhadap cara pandang siswa terhadap dirinya, guru, sekolah maupun proses pendidikan. Namun, walaupun perubahan sikap adalah hal yang lambat dibanding pertambahan pengetahuan dan pengurukannya juga sulit dilakukan, hal ini tidak menjadikan bahwa hal itu tidak perlu dilakukan.
Pendekatan sifat alamiah dari sains adalah pendekatan yang membawa berbagai implikasi yang terkesan rumit baik bagi siswa maupun guru. Siswa yang belajar di kelas yang paling tidak mendapat tiga mata pelajaran sains (biologi, fisika dan kimia) akan berhadapan dengan beragam guru sains yang juga beragam sikap dan pandangannya tentang sains. Hal ini berpotensi untuk menimbulkan kebingungan siswa, sudut pandang guru yang mana yang memang lebih tepat? Cara yang lebih baik adalah dengan mengakui adanya keberagaman pandangan tentang sains dan kesulitannya mencari suatu konsensus, untuk kemudian mendiskusikan kekuatan dan kelemahan berbagai pandangan tersebut. Salah satu cara yang telah diterapkan adalah dengan pendekatan sejarah dan filsafat sains (History and Philosophy of Science) yaitu dimana siswa terlibat dalam mempelajari dan menganalisis sebab-sebab historis dimana prestasi sains berlangsung.

C. Sains Teknologi Masyarakat
1. Sejarah timbulnya STS (Sains Teknology Society)
TE didirikan tahun 1979, bertujuan untuk mengembangkan Sains dan Teknologi sebagai bagian dari pendidikan umum masyarakat setiap Negara. Yang kemudian muncullah sebuah organisasi internasional baru yaitu SE yang bertujuan untuk meningkatkan pendidikan sains diseluruh dunia dengan cara menukar-menukar informasi dalam pertemuan-pertemuan ilmiah, penerbit newsletter, buku pegangan bagi para sains dan lain-lain. Meskipun ICASE tidak mencantumkan “Teknologi“ dalam nama organisasinya karena didirikan sejak tahun 1973,namun kegiatan dan penelitiannya dalam bidang sains dan teknologi. Pada symposium ke-7 dinegeri belanda ICASE berubah nama menjadi IOSTE, dengan harapan terjadinya inovasi dalam pendidikan sains didunia dengan jalan memilih dan mengefektifkan strategi pembelajaran melalui pengalaman.
Adanya dampak negatif dari teknologi mengakibatkan timbulnya usaha-usaha untuk menanggulangi dan memperbaikinya dengan konsep-konsep ilmiah yang dimilikinya. Maka dari itu pada pertemuan IOSTE sebelumnya disarankan agar pendidikan sains dan teknologi yang disajikan menggunakan “topik” dan “unit” yang menyatakan bahwa dilkasanakannya Science-technology-society atau pendekatan STS dalam pendidikan sains. Hingga pada suatu ketika ada yang mengusulkan untuk menggantinya dengan STSE atau Science-Teknology-Enviroment (STE). Ada yang berpendapat agar pendidikan sains technology dinyatakan dengan pendidikan lingkungan atau pendidikan saja dengan alasan, pada saat ini pendidikan sains tidak dapat lagi disajikan tanpa dikaitkan dengan teknologi untuk kebutuhan masayarakat. Apapun namanya, yang penting adanya perubahan pandangan para guru dan adanya keinginan untuk mengubah atau memodifikasi pembelajarannya sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat membangun dan membentuk pengetahuannya mengenai konsep-konsep tertentu melalui berbagai kegiatan yang dirancang guru. Dan yang paling penting adalah mengembangkan kemampuan intelektual anak sehingga dapat berfikir kritis dan menanggapi permasalahan baik didalam maupun diluar sekolah “ Dikutip dari clipping service Anna Poedjiadi, FMIPA-IKIP Bandung ”

2. STM (Sains Teknologi Masyarakat) / STS (Sains Teknology Society)
Pendidikan sains dengan pendekatan STM adalah suatu bentuk pembelajaran yang tidak hanya menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat untuk memecahkan isu-isu di dalamnya. Belajar IPA melalui isu-isu sosial di masyarakat yang ada kaitannya dengan IPA dan Teknologi dirasakan lebih dekat dan belajar IPA melalui isu-isu masyarakat yang ada kaitannya dengan IPA dan Teknologi dirasakan lebih punya arti dibandingkan dengan konsep-konsep dan teori IPA itu sendiri.
Salah satu alasan dari pengajaran pengajaran STM ini yaitu untuk membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan, skill, yang secara efektif memberikan respon aktif terhadap issue sains dan teknologi.
3.Tujuan Sains Teknology Society (STS)
1.Untuk keperluan pribadi (prinsip IPA harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari misalnya dalam dunia kesehatan,gizi dan lain-lainnya).
2.Issue sosial, dengan adanya STS ini masyarakat mampu dengan mudah memahami IPA
3.Adanya beberapa profesi atau karier yang banyak berkaitan dengan IPA .
4. Akademis atau Disiplin Ilmu, banyaknya warga yang melek / tidak paham terhadap sains dan teknologi, yang dapat dicirikan sebagai berikut :
a. Mempunyai pengetahuan yang luas (Sains dan Teknologi)
b. Skill (keterampilan proses), mampu bertindak ilmiah
c. Belajar terus menerus (meskipun tidak disekolah)
d. Faham keterbatasan sains dan teknologi
5. Program STS dapat menyiapkan siswa dalam menggunakan sains untuk memperbaiki kehidupannya dan sebagai penghalang atas pertambahan teknologi dunia
6. Program STS menyiapkan siswa dalam mengembangkan sains dengan penuh tanggung jawab dengan sains dan teknologi oriented issues.
7. Program STS membuat kita lebih mengenal pokok pengetahuan dalam sains dan teknologi sehingga siswa dapat deal with STS issue.
8. Program STS menyiapkam siswa untuk lebih aktif dan berpengalaman dalam membuat keputusan dan memberikan keuntungan untuk memilih karier terhadap sains dan teknologi.
4. Ciri- ciri Sains Teknology Society (STS)
Adapun ciri-ciri STS yang membedakannya dengan yang lebih bersifat tradisional adalah :
Tradisional STS
Mempelajari konsep, hukum, dan teori yang biasa ada dalam buku. Mempelajari Issue/masalah social terkait IPA yang ada disekitarnya.
Dilaboratorium, Verifikasi sesuai dengan buku. Pada praktikum, mengetes sesuai kemampuan dan mencari data yang diinginkan.
Siswa Pasif dan selalu oleh guru Siswa Aktif dalam hal mencari Informasi
Pengetahuan dan Belajar hanya dilakukan dan didapatkan dilingkungan sekolah Belajarnya bukan hanya pada lingkungan sekolah
Fokus/arah pelajaran ditentukan oleh guru/buku Focus/arah dianggap penting dan tergantung siswa
Tidak adanya pembahasan tentang kedepannya misalnya karier Selalu dikaitkan dengan masa depan dan karier siswa
Isi/materi dan informasi hanya diperoleh dari guru dan buku Isi/materinya bebas dan relevan dengan lingkungan
Guru bekerja sendiri Adanya kerjasama antara guru satu sama lain (bidang studi lain)
Secara umum memiliki kelas ilmiah yang tiap periodenya melebihi tahun pelajaran Pendidikan terstruktur
Memfokuskan pemerian informasi kepada siswa yang lebih pintar Focus pada pribbadi yang memiliki rasa keingintahuan dan konsentrasi yang tinggi
Lebih menekankan pada proses keterampilan dasar dari pada ujian akhir Menganggap keterampilan sebagai alat yang mengagungkan dalam menerapkan ilmu pengetahuan.
Tidak memperhatikan asal pengetahuan Sangat memeperhatikan asal pengetahuan
Siswa lebih berkonsentrasi pada masalah yang diberikan oleh guru atau teks Siswa menjadi tau akan tanggung jawabnya sebagai masyarakat dan untuk memecahkan masalah yang diidentifikasinya.
Pengetahuan meliputi pengelolaan informasi yang diajukan guru dan disetujui oleh siswa Berdasarkan pengalaman siswa yang menarik
Lebih fokus pada penjelasan dan pemberian pemahaman Lebih fokus pada pengetahuan budaya dan apa yang menyerupainya

Adapun perbedaan pendidikan konvensional dengan STS/STM ini adalah:
Pendidikan Konvensional STS / STM
Monodisipliner Multidisipliner
Tujuan / Indikator Orientasi masalah
Guru + Siswa Sumber Info, Guru, Ahli (pakar), dokter dan lain-lainnya.
Dimulai dengan buku dan diakhiri dengan aplikasi contoh-contoh /verifikasi Dimulai dari masalh/aplikasi dari masyarakat dan diakhiri denga konsep, hukum, dan teori
Dilaksanakan dalam kelas Dilakukan diluar kelas
Jadwal tertentu Tidak sesuai jadwal
Waktu terbatas Fleksibel/tidak terbatas

D. Jenis-jenis Pengetahuan
Ilmu sains dan teknologi timbul dimulai dengan adanya pengetahuan-pengetahuan yang timbul dari manusia terdahulu yang kemudian dapat digolongkan atas 4 pengetahuan yaitu :
1. Pengetahuan Tahayul atau Mithos
Mithos adalah suatu penjelasan atas fakta yang tidak ada kebenarannya, hanya diduga dan dipercaya begitu saja. Semua suku bangsa pada zaman dahulu mempunyai mithos dan legenda. Legenda adalah cerita rakyat yang berdasarkan mithos.
Contohnya, pada zaman dahulu orang percaya pelangi adalah tangga bidadari yang turun mandi, bunyi burung hantu adalah tanda munculnya bencana, kaisar Jepang adalah keturunan dewa matahari. Rakyat percaya dan menerima mithos karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan pikiran manusia pada saat itu dan dorongan ingin tahunya sudah terpenuhi. Manusia tidak sanggup menjelaskan secara benar dan ilmiah tentang segala sesuatu yang diamatinya maka muncullah penjelasan yang bersifat tahayul.
2. Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dengan pengamatan panca-indera dan penalaran akal budi disusun secara sistematis untuk menjeaskan fakta yang sedang dihadapi, yang merangsang panca-indera dan pikiran manusia. Pengetahuan ilmiah dapat dibagi lagi seperti berikut ini.
Fakta objektif benar
Pengetahuan ilmiah
Tafsiran fakta benar, objektif
salah subjektif
Manusia berhadapan dengan fakta alam semesta, makhluk hidup atau benda mati. Kemudian menjelaskan fakta itu atau memberi tafsiran pada fakta yang dihadapinya. Penjelasan fakta yang sesuai dengan kenyataan merupakan fakta objektif yang tidak dapat dibantah lagi. Misalnya hukum Archimedes, bahwa benda padat yang tercelup dalam fluida, berkurang beratnya sebesar zat fluida yang dipindahkannya.
Suatu teori pengetahuan adakalanya hanya bersifat tentatif artinya suatu teori pengetahuan pada suatu ketika gugur karena ditemukan fakta yang tidak mendukung teori tersebut. Berabad-abad lamanya manusia menganut pendapat Aristoteles tentang peredaran matahari dan planet-planet bahwa mataharilah yang beredar mengelilingi bumi. Pendapat itu menjadi gugur setelah Copernicus pada abad 16 menemukan bahwa bumilah yang beredar mengelilingi matahari. Menarik kesimpulan yang terlalu jauh atau membuat ekstrapolasi yang terlalu jauh dari beberapa buah fakta saja mengandung resiko tentang kebenaran ilmiah, kemungkinan benar, kemungkinan salah.

3. Pengetahuan Super-natural
Pengetahuan super-natural adalah pengetahuan yang tidak termasuk pada tahayul dan pengetahuan ilmiah, namun mempunyai fakta. Pengetahuan super-natural tidak dapat dijangkau dengan panca-indera maupun akal budi, sifatnya transrasional (di luar jangkauan akal budi). Karena iu pengetahuan ini tidak ditanggapi dengan akal budi dan bukan objek pengetahuan ilmiah dan IPA, tetapi masalah percaya, ditanggapi dengan iman, believe it or not yang sifatnya sangat pribadi dan menyangkut hah-hak asasi manusia.
4. Pengetahuan Ilmiah Semu (Pseudo Science)
Pengetahuan ilmiah semu adalah pengetahuan yang berdasarkan fakta ilmiah tetapi dicampur dengan kepercayaan dan hal-hal yang bersifat super-natural. Bangsa Babelonia (daerah Irak sekarang) kira-kira 2500 SM menyembuhkan penyakit disamping obat juga menggunakan mantera. Bangsa Babelonia juga ahli dalam ilmu perbintangan dan memberikan nama pada rasi bintang menurut nama binatang seperti Leo, Scorpio, Pisces dan sebagainya. Berdasarkan kedudukan binatang itu mereka meramal nasib seseorang dihubungkan dengan hari dan bulan kelahirannya. Ilmu perbintangan yang dihubungkan dengan kepercayaan ramalan nasib disebut astrologi. Astrologi bukan pengetahuan ilmiah melainkan pseudo science. IPA memanfaatkan hukum-hukum alam untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia bukannya alam seperti bintang-bintang di langit yang menentukan kehidupan dan nasib manusia.
Manusia, kalau menghadapi hal-hal yang berada diluar kemampuannya, maka manusia memerlukan iman atau agama. Sebaliknya menghadapi hal-hal yang berada di dalam jangkauan kemampuannya, manusia memerlukan rasio atau Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dapat dipelajari dan dilatih. Dengan kata lain, iman dan rasio, agama dan IPTEK ( ilmu pengetahuan dan teknologi) selalu berjalan bersama-sama mengiringi kehidupan manusia.
Makin maju taraf pemikiran dan kebudayaan manusia, wilayah rasio dan IPTEK lebih dominan dengan kemungkinan masih percaya kepada hal-hal yang bersifat super-natural. Rasio dan iman, IPTEK dan agama berjalan bersama-sama walaupun IPTEK sudah semakin maju. Dalam hal ini tepat sekali seperti yang dikatakan oleh Einstein “ Science without religion is blind”, ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta. “Religion without science is limp”, agama tanpa imu pengetahuan adalah lumpuh.
Kemungkinan lain dengan semakin majunya taraf pemikiran dan kebudayaan, manusia tidak percaya lagi kepada hal-hal yang bersifat super-natural, tidak percaya kepada ajaran agama. Mereka hanya mengandalkan solusi dari IPTEK untuk mengatasi masalah kehidupan manusia seperti yana dikatakan Lenin : Sebagai konsekuensi ilmiah, agama harus ditumpas dengan kekerasan. Sayang Lenin tidak menyaksikan runtuhnya USSR yang dibangunnya dan tidak menyaksikan patungnya diruntuhkan oleh rakyatnya sendiri yang menderita akibat filsafatnya yang menyesatkan.

E. Peranan IPA dan Teknologi Terhadap Masyarakat
Hal ini terlihat bahwa teknologi memiliki peranan yang penting dalam mendukung pembelajaran apalagi dalam bidang matematika yaitu misalnya :
1. Tempat penekaan dugaan siswa dan dan pengujian dugaan
Teknologi memudahkan hal ini karena memungkinkan siswa untuk melakukan berbagai perhitungan cepat menggunakan kalkulator sehingga akan menghemat waktu. Siswa dengan demikian dapat memeriksa perhitungan dengan cepat dan akurat sehingga memungkinkan mereka untuk memeriksa dan mengeksplorasi validitas dugaan mereka.
2. Sebagai Fasilitas
Untuk memfasilitasi siswa membangun ide-ide atau konsep-konsep yang lebih maju dan sebagainya.
3. Sebagai Sarana Pendidikan
Sains dan teknologi merupakan sarana yang tepat untuk mengembangkan kreatifitas termasuk mengembangkan keterampilan dalam pemecahan masalah (problem solving). Seperti halnya, teknologi membantu kita menghitung sesuatu yang rumit yang kita tidak sanggup, begitu pula kita dengan mudah mengetahui dan bahkan mendapatkan informasi-informasi tentang keadaan dunia maupun hal-hal yang baru.
4. Sebagai Alat Untuk Memasuki Berbagai Bidang Profesi
Pengetahuan dan keterampilan ilmu sains dan teknologi memungkinkan kita dapat memasuki berbagai bidang profesi, namun demikian tanpa dibarengi dengan pengembangan kreativitas pribadi maka keterampilan itu sendiri menjadi tidak berarti dan tidak menjamin dengan sendirinya masa depan yang cerah atau adanya pengembangan karir pribadi yang pasti.

F. Dampak IPA dan Teknologi terhadap Masyarakat
Disamping IPTEK memberi sumbangan positif bagi kehidupan manusia, IPTEK juga membawa akibat negatif, antara lain sebagai berikut :
1. Kerusakan lingkungan hidup
Pada gelombang kedua, masa industri sampai sekarang kemajuan IPTEK mendorong manusia menguras sumber daya alam. Akibatnya hutan semakin berkurang, air tercemar, udara menjadi kotor, lapisan ozon menjadi tipis. Pola pembangunan yang dijalankan adalah human oriented technology yaitu teknologi yang berpusat pada kepentingan manusia saja tanpa menghiraukan lingkungan dan makhluk lain. Dewasa ini air bersih semakin langka karena tercemar oleh zat-zat kimia, sehingga ikanpun sulit untuk hidup. Agar keseimbangan kehidupan tetap terpelihara, maka penggunaan teknologi dalam pembangunan harus menggunakan pola life-oriented technology yaitu penggunaan teknologi yang memperhatikan lingkungan, baik lingkungan biotik maupun abiotik.
2. Interaksi sosial
Pada gelombang agraria hubungan antara manusia dengan manusia lainnya diwarnai dengan hubungan kekeluargaan, tata krama, semangat gotong royong dan lebih banyak waktu yang dipakai untuk berkomunikasi antar pribadi. Masyarakat industri mempunyai corak yang lain, pembangunan di kota mengakibatkan urbanisasi yang menimbulkan masalah sosial manusia menjadi individualis, pergaulan dan nilai berubah, nilai lama ditinggalkan dan mengikuti nilai baru yang belum tentu benar.
3. Manusia menjadi bagian dari mesin
Manusia menciptakan teknologi untuk kepentingan manusia sendiri guna meningkatkan mutu dan jumah produksi. Untuk itu diperlukan peralatan yang canggih dan rumit yang bekerja secara cepat dan tepat. Dalan keadaan ini manusia hanya menjadi satu bagian dari mesin yang bekerja secara mekanis dan rutin tanpa pribadi.
4. Pengaruh teori evolusi Darwin
Struggle for existance adalah perjuangan makhluk hidup untuk mempertahankan hidupnya. Perjuangan untuk hidup ini semakin berat apabila spesies populasinya bertambah. Inheritance of variations adalah kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan hanya individu yang sesuai dengan lingkungannya yang dapat bertahan hidup. Survival of the fittest menyatakan bahwa individu yang kuatlah yang dapat bertahan hidup.
Teori Darwin telah mengilhami beberapa ilmuwan salah satunya Karl Marx yang pada waktu yang sama sedang menulis bukunya yang terkenal Das kapital. Buku itu tidak dapat dilanjutkan, karena Karl Marx sendiri mengalami jalan buntu meneruskan jalan pikirnya supaya masuk akal. Setelah membaca buku Darwin, Karl Marx dapat melanjutkan buah pikirnya tentang perjuangan antar kelas masyarakat.
5. Rekayasa genetika
Bayi tabung memerlukan beberapa buah pemikiran dan pertimbangan mengenai voetus yang hidup di dalam tabung. Pada waktu pembuahan terjadi, di dalam tabung hidup lebih dari satu voetus. dari sekian voetus yang hidup hanya satu voetus dimasukkan ke dalam rahim sedangkan voetus yang lainnya dibunuh. Masalahnya disini adalah voetus disejajarkan dengan benih hewan sedangkan menurut para ahli, voetus merupakan satu pribadi benih manusia. Walaupun hal ini memberikan hal positif bagi yang membutuhkan misalnya dengan terbentuknya anak melalui tabung tersebut akan tetapi terkadang terjadi masalah-masalah bahkan penyakit baru baik itu bagi anak maupun ibu yang mengandung.
6. Meningkatkan tingkat kemalasan
Adanya ledakan teknologi yang mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan dan pengembangan sumber daya manusia membuat sebagian manusia lupa dan mulai bermalas-malasan. Dengan teknologi, membosankan perhitungan yang mudah dilakukan atau hal-hal yang sebenarnya kita telah mengetahuinya. Secara tidak langsung kita telah diperbudak atau bahkan bisa dikatakan bahwa kita merupakan bagian dari hal tersebut, yang bisa membuat pemikiran kita menjadi tumpul akibat kekurang-asahan kita dalam melatih ingatan dan pemikiran kita.

Kita sudah melihat IPTEK sangat membantu manusia untuk memudahkan dan meningkatkan mutu kehidupan manusia. Tetapi pada sisi lain kita juga melihat keuntungan pada satu pihak, menimbulkan kerugian pada sisi lain. IPTEK tidak berdiri sendiri, IPTEK tidak bebas nilai tetapi IPTEK berhadapan dengan masalah etika tentang yang baik dan benar, tentang yang boleh dan tidak boleh.










BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau hasil observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan
2. Pendidikan IPA bukan hanya sekedar teori akan tetapi dalam setiap bentuk pengajarannya lebih ditekankan pada bukti dan kegunaan ilmu tersebut. Bukan berarti teori-teori terdahulu tidak digunakan, ilmu tersebut akan terus digunakan sampai menemukan ilmu dan teori baru.
3. Pengetahuan ini kemudian akan menjadi sebuah ilmu pengetahuan ketika pengetahuan tersebut bersifat kumulatif, logis, objektif, metodik, sistematik dan general yang kemudian timbullah yang namanya IPA/ Sains.
4. Jenis-jenis Pengetahuan terdiri atas Pengetahuan Tahayul atau Mithos, Pengetahuan ilmiah, Pengetahuan Super-natural, Pengetahuan Ilmiah Semu (Pseudo Science)
5. Peranan IPA dan Teknologi Terhadap Masyarakat antara lain : Tempat penekaan dugaan siswa dan dan pengujian dugaan, Sebagai Fasilitas, Sebagai Sarana Pendidikan, Sebagai Alat Untuk Memasuki Berbagai Bidang Profesi
6. Dampak IPA dan Teknologi terhadap masyarakat adalah membuat kita selalu bergantung terhadap teknologi. Segala sesuatu yang kita kerjakan selalu mengharapkan bantuan teknologi untuk prosesnya. Sehingga kita ini dapat diibaratkan sebagai mesin yang dikendalikan oleh Teknologi.

B.Saran
Manusia sebagai pencetus adanya Teknologi di dunia ini. Disebabkan karena inteligensi yang dimilikinya tersebut. Sebagai manusia yang berilmu, sebaiknya kita menggunakan ilmu yang kita peroleh dari kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Janganlah kita dikendalikan oleh teknologi yang diciptakan oleh sesame manusia sendiri. Sebaiknya kita memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam mempermudah urusan kita, dan juga memanfaatkan teknologi yang kita ciptakan di jalan yang benar.














DAFTAR PUSTAKA
Anglin, Gary J. 1991. Instructional Technology: Past, present, and Future. Englewod : Libraries Unlimited.
Anonim a, 2011. Meningkatkan Teknologi Untuk Meningkatkan Prestasi Siswa. http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/methods/technlgy/te800.htm. Diakses pada tanggal 15 Maret 2011.
Anonim b, 2011. Practical Kerangka Integrasi Teknologi dalam Pendidikan Matematika.http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.recsam.edu.my/rndpdf/R%26D%2520Research%2520Papers/Technology%2520Integration%2520in%2520Mathematics%2520Education.pdf. Diakses tanggal 15 Maret 2011.
Anonim c, 2011. Pengaruh Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) Pada Proses Pembelajaran Ipa Biologi Materi Ekosistem Terhadap Penguasaan. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.aace.org/pubs/jcmst/v14n3.html. Diakses tanggal 15 Maret 2011.
Anonim d, 2011. Mengemas Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pengajaran Sekolah. izzatinkamala.files.wordpress.com/ ... /pengertian-dan-perkembangan-ipa.doc –. Diakses tanggal 15 Maret 2011.
Anonim e, 2011. Ilmu Pengetahuan Alam, Sains ,dan Teknologi. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.aace.org/pubs/jcmst/v14n3.html. Diakses tanggal 15 Maret 2011.
Hassard, Jack, --- , Minds On Science , Georgia Satte University. HapperCollinsPublishers

Kast, Fremont E. James dan Resenweig. 1962. Science Technology and Management. New York : Mc. Grill Book.

Uno, Hamzah. 2010. Profesi Keguruan. Jakarta : Bumi Aksara.